Ini Dampak Ekonomi dari Fremantle-Bali Yacht Race 2017

  • Bagikan
Hal itu ikut diamini Ketua Tim Percepatan Wisata Bahari Kemenpar Indroyono Soesilo. Melihat besarmya dampak ekonomi dari wisata yacht, mantan Menko Kemaritiman itu berjanji untuk mengintensifkan perbaikan layanan bagi yacht internasional yang mengunjungi nusantara. “Dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 105/2015 tentang pengelolaan kunjungan kapal pesiar asing adalah tonggak penting dalam upaya pemerintah untuk merampingkan sektor ini. Berdasarkan peraturan tersebut, kapal pesiar asing dan penumpang serta awak kapal dapat mengakses dukungan administratif dan imigrasi saat memasuki salah satu dari 18 pelabuhan yang dipilih, seperti Pelabuhan Benoa di Bali, Pelabuhan Sabang di Aceh dan Pelabuhan Belawan di Medan,” ujarnya. Dan bagi yang ingin memperpanjang masa liburannya, sekarang sudah ada sosio culture visa yang bisa diperpanjang selama enam bulan. “Setelah yacht, ke depannya kami akan merayu super yacht yang berukuran lebih dari 24 meter untuk berwisata ke Indonesia,” ucapnya. Peningkatan pelayanan memang menjadi nyawa dari wisata yacht. Clearance in and out, Custom, Immigation Stamp Passport, karantina dan Syahbandar harus all out memback up ini bila ingin wisata yacht Indonesia berkompetisi dengan global player lainnya. Dan hal ini ikut diamini Bernie Kaaks, Principal Race Officer. “Saya lihat pelayanan sudah jauh lebih bagus. Tinggal klik http://yachters-indonesia.id dan mengisi form yang tersedia, yachter sudah bisa masuk ke Indonesia. Sudah jauh lebih simpel,” katanya. Tapi, itu saja rupanya belum cukup. Setelah sandar, yachter butuh layanan satu atap. Custom, Imigrasi, karantina dan Syahbandar, harus ada di satu marina untuk mempermudah mobilisasi yachter saat ingin berwisata di darat. “Sekarang itu belum ada. Kantor pelayanan masih terpisah-pisah. Tidak dalam satu lokasi. Kami jadi harus mengeluarkan ekstra cost untuk mengurus perizinan setelah sandar di marina,” ungkapnya.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan