Ada Keanehan di Teror Polda Sumut, IPW Sebut Polisi Lamban Tindak Laporan Masyarakat

FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Sebelum terjadi aksi serangan dan membunuh terhadap anggota polisi di Polda Sumatera Utara (Sumut), masyarakat pernah melaporkan aktifitas pelaku ke pihak kepolisian.
Meski sudah mendapat laporan dari masyarakat, polisi tak lantas menangkap pelaku, hingga dia (pelaku-red) melancarkan serangannya ke markas kepolisian.
Atas dasar itu, kasus teror ini menimbulkan sejumlah keanehan dan pertanyaan. Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, keanehan dari kasus ini terlihat betapa lambannya respons kepolisian, kemudian juga cerobohnya jajaran Polda Sumut dalam melindungi keamanan markasnya.
Menurutnya, setelah pulang dari Syria beberapa waktu lalu, pelaku teror terlihat memasang logo ISIS di rumahnya. Warga setempat juga sudah melaporkannya ke Polsek. Tapi tidak ada tindakan atau antisipasi yang dilakukan Polsek.
"Semua laporan dibiarkan hingga terjadi serangan teror yang dilakukan pelaku. Setelah ada serangan, barulah polisi sibuk menggeledah rumah pelaku," ujar Neta dalam keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, Selasa (27/6).
Rendahnya sikap respons jajaran kepolisian terlihat juga saat kedua pelaku masuk ke lingkungan Polda Sumut dan melakukan serangan kepada polisi yang piket. Sehingga ada satu anggota kepolisian tewas terbunuh. Yang jadi pertanyaan, katanya, kenapa kedua teroris itu bisa dengan mudah masuk ke lingkungan Polda Sumut di pagi buta? Apalagi disebut kedua teroris itu masuk dengan cara memanjat pagar.
Kenapa tidak ada satu pun polisi yang melihat pelaku. Bukankah di setiap markas kepolisian, seperti Polda selalu ada anggota polisi yang piket dan menjaga markas. Apakah petugas jaga tidak berpatroli untuk menjaga markasnya?.
Kemudian apakah di lingkungan Polda Sumut tidak ada CCTV sehingga teroris bisa dengan leluasa masuk dan melakukan serangan. Apakah para polisi yang berjaga di pos penjagaan itu sedang dalam keadaan tidur, sehingga kedua teroris dengan gampang melakukan serangan dan membunuh polisi dengan sebilah pisau dapur?
"Bagaimana pun serangan teror di markas Polda Sumut ini patut menjadi pelajaran berharga bagi Polri secara keseluruhan, untuk kemudian mengevaluasi semua sistem keamanan seluruh kantor kepolisian di negeri ini," tegasnya.
Kasus serangan teror di Polda Sumut harus menjadi pelajaran berharga bagi Polri untuk memperbaki sikap dan kepedulian jajaran bawahnya, serta memperbaiki sistem keamanan yang dibangunnya, terutama sistem keamanan untuk mengamankan markasnya.
Jajaran kepolisian menurutnya, harus benar-benar paham, bahwa Sumut merupakan salah satu basis radikalisme di Indonesia. Sejarah menunjukkan gerakan radikal yang ekstrim sudah berkembang sejak lama di Sumut. Di era 1970 an, kelompok radikal juga pernah menebar teror. Sejumlah rumah ibadah, hotel, dan gedung bioskop di Sumut mereka ledakkan dengan bom.
"Artinya, jajaran Polda Sumut tidak boleh lengah. Sebab serangan teroris yang hanya menggunakan pisau dapur hingga bisa membunuh seorang polisi di tengah begitu banyak polisi bersenjata lengkap di markasnya, tidak hanya memprihatinkan, tapi juga sangat memalukan Polri," pungkas Neta. (Fajar/jpg)