Yang Bisa Lengserkan Novanto Cuma Dia Sendiri

  • Bagikan
Dalam konteks menjaga harkat dan martabat itu lah semestinya perlu menempatkan kasus penetapan Novanto sebagai tersangka dalam kerangka menjaga marwah parlemen, maka yang harus dipertimbangkan bukan kepentingan satu dua orang elit parpol ataupun di DPR. Kepentingan seluruh bangsa yang hendaknya menjadi bahan pertimbangan.
Atas pertimbangan itu, menurut Lucius, Novanto tak perlu menunggu proses resmi untuk memutuskan pengunduran diri. "Pemimpin beretika akan memikirkan kepentingan publik luas, ketimbang mempetahankan jabatan hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok saja," kata dia.
Lucius berpendapat, tuntutan etika jabatan mestinya tak hanya dilakukan dengan tunduk pada aturan semata. Akan tetapi lebih pada kesadaran diri untuk menyadari tingkah lakunya dalam kaca mata kepentingan bangsa.
Jadi, keputusan mengundurkan diri bagi Novanto merupakan memperlihatkan kualitas moral pribadinya sebagai pemimpin. "Jika dia ngotot bertahan padahal status tersangka mengganggu kinerjanya dalam mewakili kepentingan publik, maka sesungguhnya Novanto tak pantas menjadi pemimpin," kritik Lucius.
Jika atas kesadaran diri sendiri Setnov tidak bersedia mundur, maka MKD yang merupakan alat kelengkapan khusus yang berfungsi untuk menyelidikki dugaan pelanggaran etik anggota DPR, harus bisa mengambil inisiatif. Dalam Tata Beracara MKD Pasal 1 ayat 15, MKD dimungkinkan untuk memproses sesuatu tanpa perlu menunggu aduan. Lagi-lagi acuannya adalah kepentingan publik.
Jadi dengan pertimbangan kepentingan yang lebih luas, mestinya MKD juga bisa mengambi inisiatif untuk menyelidikki dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Novanto yang membuatnya menjadi tersangka.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan