RUU Masyarakat Adat Masuki Fase Akhir Perumusan, Ini Penjelasannya

  • Bagikan
Luthfi A Mutty bersama tokoh adat pada suatu kesempatan. (Foto: IST)
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat yang tengah digodok oleh DPR memasuki fase akhir perumusan. Draf RUU tersebut akan ditajamkan kembali dalam sebuah Forum Group Discussion (FGD), Rabu (26/7/2017), yang diselenggarakan oleh Fraksi Partai NasDem sebagai inisiatornya. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Luthfi A Mutty, menyatakan, kebaradaan RUU ini penting, mengingat peraturan terkait masyarakat adat masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Peraturan yang ada sekarang juga dirasakan belum menampung kebutuhan hukum masyarakat adat, sehingga tidak ada kepastian hukum bagi mereka dalam memperoleh pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan. "Oleh karena itu, pengaturan masyarakat adat secara komprehensif dalam suatu undang-undang sangat diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan ini di Tanah Air," terang Luthfi, Selasa (25/7/2017). Belum optimalnya pengakuan dan perlindungan terhadap mereka, sambungnya, mengakibatkan munculnya konflik di masyarakat hukum adat yang dapat menimbulkan ancaman stabilitas kemananan nasional. Lebih jauh, Luthfi menjelaskan, masyarakat adat seringkali mengalami konflik, baik antar masyarakat adat, masyarakat adat dengan masyarakat adat yang lain, maupun antara masyarakat dengan pemerintah. Dalam menyelesaikan masalah tersebut, seringkali terjadi benturan ketika hukum adat dihadapkan dengan hukum nasional. Menurut mantan Bupati Luwu Utara ini, meski UUD 1945 memiliki dasar dan visi yang solid atas pengakuan keberadaan dan hak-hak masyarakat adat, sampai saat ini, belum ada UU yang mengatur secara khusus perlindungan hak-hak mereka. "Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas perlu membentuk Undang-Undang Masyarakat Adat," ungkap Luthfi. Luthfi melanjutkan, salah satu tujuan pembentukan negara adalah memajukan kesejahteraan umum. Pilihan tersebut menghadirkan konsekuensi bahwa negara melalui penyelenggaranya harus bekerja keras untuk mewujudkan kesejahteraan. "Kesejahteraan umum ditujukan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk masyarakat adat ini," tuturnya. Keberadaan masyarakat adat sebagai kelompok minoritas selama ini rentan dan lemah kedudukannya dari berbagai aspek kehidupan. Masyarakat adat juga kerap terpinggirkan dalam soal politik dan hanya dijadikan kepentingan kelompok tertentu dalam suksesi politik. Pengakuan terhadap keberadaan masyarakat hukum adat sendiri diperkuat dalam batang tubuh UUD 1945 pasca amademen, yaitu dalam Pasal 18B ayat (2). Dalam pasal ini mensyaratkan agar pengakuan dan penghormatan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya harus diatur dengan undang-undang. (rls/fajar)  
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan