Belajar dari Alwi Hamu, Lelaki Bugis yang Tak Malu Mengepel Lantai

Sedikitnya 50 perusahaan yang dirintis, telah memberi manfaat bagi dunia bisnis dan medan sosial lainnya. Bendera-bendera perusahaan yang dikibarkan itu dibangun dengan pondasi idealisme yang kukuh. Tak heran jika ada yayasan yang dikembangkan semata-mata mengurusi masalah kemanusiaan. Selain membantu korban-korban bencana, juga ada klinik kesehatan gratis.
Universitas Fajar yang kini terus berkibar, bahkan didirikan dengan semangat idealisme terhadap kondisi pendidikan sekarang, yang terkikis dari idealisme kemahasiswaan, yang kerap jauh dari semangat belajar, yang terkesan lepas dari dinamika sosial dan teknologi, yang kerap menggadai idealisme di meja-meja kapitalisme.
Di tengah kondisi itu, Alwi menggedor pintu pendidikan global yang bervisi-misi entrepreneur. Mahasiswa digenjot belajar teori, tetapi terus dibangunkan oleh wawasan global terhadap dunia kerja. Mahasiswa diberi jaminan prestasi dalam bentuk beasiswa belajar.
Mereka yang tergolong keluarga tidak mampu, mendapat peluang belajar gratis tanpa memandangnya dari latar belakang agama dan suku.
Alwi memang sosok yang menjunjung tinggi multikulturalisme. Ia menempatkan perbedaan-perbedaan kultural itu sebagai suatu modal untuk lebih maju dan berkembang.
Alwi pun selalu bervisi global. Berkat visi global itu, Alwi di kalangan warga Keturunan di Kawasan Timur Indonesia dikenal sebagai Tokoh Perintis dan pemersatu pelbagai etnis di Indonesia. Banyak bentuk nyata telah Alwi lakukan, antara lain menyiapkan halaman tentang berita-berita aktivitas kehidupan masyarakat Tionghoa di pelbagai surat kabarnya.