Mengenang Keganasan Westerling, Perlukah Kembali Diperingati?

  • Bagikan
Mantan Tentara KNIL, Van Der Muur, bersama Sukriansyah S Latief di wisma para mantan tentara KNIL, Arnhem, Belanda.

Sewaktu remaja, ketika akan ke sekolah, ibu menyuruh saya menaikkan bendera setengah tiang di depan rumah. Beberapa hari kemudian, barulah saya tahu bahwa bendera setengah tiang pada 11 Desember untuk memeringati hari “Korban 40.000 Jiwa di Sulawesi Selatan”.

========================== Oleh: Sukriansyah S. Latief Wartawan Senior Harian FAJAR ==========================

ADAKAH hari ini (11 Desember) kita masih menaikkan bendera setengah tiang? Saya tidak yakin. Di rumah ibu saya, sejak beberapa tahun lalu tidak ada lagi “acara” menaikkan bendera setengah tiang. Bukan karena ibu saya sudah meninggal dunia, juga bukan karena saya tidak lagi di Makassar saat ini. Tapi sejak beberapa tahun lalu, tidak ada lagi imbauan atau perintah untuk menaikkan bendera setengah tiang. Apakah ini berarti “40.000 jiwa” itu tak perlu lagi diperingati? Tentu banyak pendapat soal peristiwa ini, pro dan kontra, khususnya mengenai jumlah korban yang “40.000 jiwa” itu. Tapi apakah kita mesti mempersoalkan jumlah, dan bukannya hakikat dari peristiwa yang mengerikan itu? Anda tak perlu buru-buru menjawab. Coba kita simak tulisan bersambung ini yang saya kumpulkan dari wawancara langsung dengan anggota KNIL dan keluarganya, juga kunjungan ke Museum KNIL di Kota Arnhem , Belanda. Kemudian dilengkapi dari beberapa buku, seperti Westerling, De Eenling (1982), yang ditulis langsung oleh Westerling bersama Dominique Venner, ahli sejarah militer berkebangsaan Prancis. Buku berwarna hijau ini merupakan penyempurnaan dari otobiografinya Challange to Terror, yang diterjemahkan dari Bahasa Prancis (1952). Ada juga buku karangan Prof Lou de Jong, Het Koninkrijk der Nederlanden in de Tweede Wereldoorlog, yang juga mengutip sejarawan Belanda, Willem Ijzereef, penulis buku De Zuid-Celebes Affaire, Kapitein Westerling en de Standrechtelijk Executies. Tulisan ini diperkaya dari majalah dan koran, serta tulisan Batara R Hutagalung, Supardi, dan penulis muda berbakat M Aan Mansyur, ada juga bahan dari Wikipedia Indonesia dan Swaramuslim.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan