Mengenang Keganasan Westerling, Perlukah Kembali Diperingati?

  • Bagikan
Mantan Tentara KNIL, Van Der Muur, bersama Sukriansyah S Latief di wisma para mantan tentara KNIL, Arnhem, Belanda.
Demikianlah sweeping ala Westerling. Dengan pola yang sama, operasi pembantaian rakyat di Sulawesi Selatan berjalan terus. Westerling juga memimpin sendiri operasi di Desa Tanjung Bunga pada malam 12 menjelang 13 Desember 1946. Sekitar 60 orang ditembak mati. Selain itu beberapa kampung kecil di sekitar Desa Tanjung Bunga dibakar, sehingga korban tewas seluruhnya mencapai 81 orang. Berikutnya, pada malam 14 menjelang 15 Desember, tiba giliran Desa Kalukuang yang terletak di pinggiran kota Makassar, 23 orang rakyat ditembak mati. Menurut laporan intelijen mereka, Wolter Monginsidi dan Ali Malakka yang diburu oleh tentara Belanda berada di wilayah ini, namun keduanya tidak dapat ditemukan. Pada malam 16 menjelang 17 Desember, Desa Jongaya yang terletak di sebelah Tenggara Makassar menjadi sasaran. Di sini 33 orang dieksekusi. Aksi atau tahap kedua, setelah daerah sekitar Makassar dibersihkan, dimulai 19 Desember 1946. Sasarannya adalah Polombangkeng yang terletak di Selatan Makassar, yang menurut laporan intelijen Belanda, terdapat sekitar 150 orang pasukan TNI serta sekitar 100 orang anggota laskar bersenjata. Dalam penyerangan ini, Pasukan DST menyerbu bersama 11 peleton tentara KNIL dari Pasukan Infanteri XVII. Penyerbuan ini dipimpin oleh Letkol KNIL Veenendaal. Satu pasukan DST di bawah pimpinan Vermeulen menyerbu Desa Renaja dan Desa Komara. Pasukan lain mengurung Polombangkeng. Selanjutnya pola yang sama seperti pada gelombang pertama diterapkan oleh Westerling. Dalam operasi ini 330 orang rakyat tewas dibunuh.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan