FAJAR.CO.ID, DENPASAR - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dewa Arya Lanang Raharja mebantah tuntutan 2,5 tahun terhadap warga Jerman, Giuliano Lemoine, 21 disampaikan dalam “sidang tikus.” Menurutnya, bahwa tuntutan terhadap kasus penganiayaan yang membuat nyawa korban melayang itu sudah sesuai.
“Gini ya, biar nggak ada pandangan salah. Saya jelaskan secara yuridis,” jelas Dewa Lanang dengan serius.
Dia menjelaskan bahwa tidak ada yang disebut “sidang tikus” atau sidang yang diduga permainan. Baginya sidang berlangsung secara terbuka dan bisa dilihat oleh umum.
“Kami tidak ada menutup – nutupi. Sidang terbuka tidak ada istilah sidang tikus. Itu yang pertama,” jelasnya.
Jikapun ada yang dikatakan, bahwa harinya berubah itu murni karena Kamis 17 Agustus adalah tanggal merah. Sehingga sidang dimajukan menjadi Rabu tanggal 16. “Jelas ya, karena 17 Agustus kan libur. Sama dengan Rabu (dua hari lagi) kan sidang pledoi, maju menjadi hari Selasa besok (hari ini). Karena hari libur pada Rabu, yaitu Pagerwesi,” ulasnya.
Bagaimana dengan tuntutan yang rendah 2,5 tahun? Dewa Lanang mengatakan, ini sudah sesuai dengan yuridis. Jelas acuannya dan dasar – dasarnya. Bahkan fakta - fakta sidang memang membuat tuntutan yang layak adalah 2,5 tahun.
Dewa Lanang menyebutkan, bahwa dalam fakta persidangan yang sangat meringankan terdakwa adalah, memang saksi - saksi memastikan bahwa korban Djingga yang liburan ke Bali kemudian masuk Diskotik Paddy’s, Kuta, Badung. Selanjutnya terjadi masalah di dalam.
Terdakwa sempat dipukul, kemudian sampai di luar terdakwa terus dikejar. Dalam kondisi membela diri, akhirnya terdakwa memukul. “Dipukul jatuh akhirnya korban. Kemudian terdakwa tidak ada niat ingin membunuh, karena langsung meninggalkan korban dengan naik taksi biar tidak lagi rebut,” kata dia.
Namun dalam perjalannya, malah empat hari kemudian korban meninggal. Baginya memang saksi - saksi tidak ada yang mengatakan memang terdakwa yang memulai.
Bahkan teman korban memastikan bahwa memang korban yang memulai duluan hingga korban sempat memukul terdakwa.
“Sehingga secara yuridis, memang sangat banyak fakta yang meringankan. Sedangkan yang memberatkan adalah, terdakwa menganiaya hingga berujung korban meninggal,” jelasnya.
Selain itu, pasal yang dikenakan juga bukan pembunuhan namun penganiayaan yaitu Pasal 351 ayat (3) KUHP yaitu penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia. “Bukan pembunuhan murni, niat ingin membunuh,” sambung Dewa Lanang.
Pasal ini juga ancaman maksimalnya adalah 7 tahun. Artinya dituntut di bawah itu masih bisa. Dan pengacara juga menunjukan ada perdamaian antara terdakwa dan keluarga korban. “Ini dasar kami menuntut 2,5 tahun. Mohon ada edukasi, biar masyarakat tidak salah menilai,” katanya.
Seperti halnya berita sebelumnya, Selasa tanggal 21 Maret 20017 sekitar pukul 01.00 di depan Paddy Club, Jalan Legian, Kuta, Badung. Mulanya, korban atas nama Steven Djingga sedang bersama saksi Wisno Toni mengunjungi Paddys Club. Sesampai ditempat hiburan malam itu terjadi perkelahian antara korban dan terdakwa yang dipicu karena saling senggol.
Melihat keributan itu saksi Putu Yadi Wartawan mencoba melerai perkelahian antara korban dengan terdakwa dengan meminta keduanya untuk keluar dari Paddys Club.
Ternyata perkelahian antara korban dan terdakwa tetap berlanjut di luar Paddys Club. Karena belum puas, terdakwa Giuliano Lemoine menghampiri korban Steven Dijingga dan melayangkan bogem mentah tempat di bagian hidung korban.
Dengan satu pukulan itu korban Steven Djingga langsung jatuh ke lantai dan kepala belakangnya membentur lantai serta bagian hidungnya mengeluarkan darah. Korban meninggal pada Sabtu tanggal 25 Maret 2017 sekitar pukul 04.00 setelah mendapat perawatan selama 4 hari di RSUP Sanglah. Dalam sidang terakhir terdakwa dituntut 2,5 tahun.
(bx/art/yes/JPR)