Rasain tuh, Pasang Tarif tak Sesuai Perda, Kena Ciduk Tim Saber Pungli

FAJAR.CO.ID, SUKADANA – Hanya gara-gara duit Rp 10 ribu, salah seorang pengelola banana boat Pantai Pulau Datok, Sukadana dibekuk Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Kayong Utara. Ya, oknum pengelola itu diduga kuat melanggar perda, dimana tarifnya hanya Rp 10 ribu namun dipungut Rp 20 ribu.
“Ya benar kasus banana boat di pantai itu. Saya pun baru mendengar pagi tadi. Memang kalau berdasarkan retribusi daerah tahun 2015 ini Rp10 ribu per 20 menit, perorang. Jadi kalau ada penarikan lebih dari Rp10 ribu kepada pengguna jasa, apakah itu untuk biaya operasional minyak sampai ke pulau. Itukan dua kali lipat dari biaya yang dikeluarkan, maka dari itu lebih dari Rp10 ribu,” jelas Kabid Pariwisata Kayong Utara, Nurlaela.
Untuk diketahui, banana boat adalah salah satu fasilitas permainan di objek wisata unggulan Kayong Utara milik Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata. Kepada Rakyat Kalbar Nurlaela mengaku baru mendapatkan informasi, ada seorang pengelola banana boat yang ditangkap. Berdasarkan informasi dia terima, yang bersangkutan menarik bayaran Rp20 ribu kepada pengunjung yang naik banana boat. Sementara Perda Nomor 1 tahun 2015 tarif yang ditetapkan sebesar Rp10 ribu per orang selama 20 menit.
Diakuinya, sejak lama penarikan wahana banana boat sebesar Rp20 ribu. Namun yang menjadi pertanyaannya kenapa baru kali ini dipermasalahkan. “Kalau di Bidang Pariwisata, kasus seperti ini (Pungli) baru kali ini dengar. Tetapi sebelum saya di Pariwisata juga sudah seperti itu, nominalnya di atas Rp10 ribu, berarti kalau mau dipermasalahkan sudah dari sejak lama, kenapa baru kali ini dipermasalahkan,” katanya.
Berdasarkan Perda, lanjut Nurlela, memang sebesar Rp10 ribu untuk satu orang dalam waktu 20 menit. Namun karena untuk menutupi biaya operasional yang tidak tertera di dalam Perda, sehingga penarikan biaya kepada pengunjung bertambah menjadi Rp20 ribu per orang. “Rp10 ribu sudah jelas untuk pendapatan asli daerah, yang Rp10 ribu untuk operasional speed, tapi tidak tertulis di dalam Perda,” ujar Nurlaela.
Ditanya kenapa biaya operasional tidak dimasukan di dalam Perda, Nurlaela mengaku, saat itu dirinya belum menempati posisi Kabid Pariwisata. “Waktu pembuatan Perda saya belum ada di sini (Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata). Yang lebih tahu ini mungkin kepala dinas sebelumnya,” ujarnya. (kamiruddin/rk)