Terkait Perpres Pendidikan, PAN: Hanya Selesaikan Masalah Permendikbud

  • Bagikan
FAJAR.Co.ID, JAKARTA - Peraturan Presiden (Perpres) soal penarapan pendidikan dianggap sedikit menyelesaikan kegundahan masyarakat soal penerapan full day school oleh Kementerian Pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud). Memang, Peratura Kemendikbud (Permendikbud) soal penerapan sekolah lima hari atau full day school mendapat penolakan dari berbagai pihak, hingga terbitlah Perpres pendidikan ini. Namun, hal ini tak serta merta luput dari kritik. Anggota DPR RI dari Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Dauly mengatakan, Perpres pendidikan yang baru saja diterbitkan ini hanya untuk menyelesaikan polemik Permendikbud yang mendapat penolakan itu. "Perpres inikan hanya menyelesaikan Permendikbud soal lima hari kerja, tidak kepada semua masalah pendidikan saat ini. Sementara masih banyak masalah disektor pendidikan yang harus menjadi perhatian utama pemerintah," kata Dauly saat menggelar diskusi soal Perpres pendidikan dengan tema 'Perpres Pendidikan Berkarakter Efektif, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta (7/9). Dikatakan, pemerintah hanya melihat dan mengatur sekolah lima dan enam hari. Sementara sekolah tujuh hari (pesantern-red) tak menjadi prioritas pemerintah. Padahal, sekolah tujuh hari ini menjadi perhatian khusus. "Pemerintah jangan cuman mengurus sekolah lima dan enam hari saja. Lihat juga yang tujuh hari," ungkapnya. Lanjut Dauly, saat ini yang menjadi tantangan buat Perpres pendidikan itu adalah menerapkan pendidikan yang berkeadilan, tanpa harus terlihat mengarah ke satu sisi. "Sejauh ini sekolah agama, seperti madrasah dan lainnya tak mendapat perhatian serius dari pemerintah. Anggaran pendidikan sebesar Rp 400 triliun, hanya Rp 40 trilun buat pendidikan agama. Sementara peran memajukan kecerdasan anak bangsa itu banyak dari lulusan pendidikan agama. Tak ada keadilan dalam pebdidikan di bangsa ini," jelasnya. Soal pengalokasian anggaran buat pendidikan agama, anggota Komisi IX ini melihat tak ada beda antara Perpres pendidikan saat ini dengan aturan-aturan sebelumnya. "Sekali lagi jangan anggap remeh pendidikan agama. Harus ada keseimbangan antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Kalau masalah ini terus dibiarkan, maka taka ada beda dengan yang sebelum-sebelumnya," akuinya. Untuk itu, mantan dosen di UIN Syarif Hidayatallah Jakarta ini berharap agar seluruh praktisi pendidikan memanfaatkan Prpres ini untuk perubahan dan menyiapkan anak didik berkompetensi. "Bukan hanya antar daerah, tapi usahakan persaingan mereka sampai tingkat negara. Jadi, benar-benar harus diperhatikan," harapnya. (Aiy/Fajar)
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan