Bacakan Pledoi, Bupati Buton Bantah Tuntutan JPU

FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Sidang lanjutan Bupati Buton nonaktif Samsu Umar Abdul Samiun kini memasuki agenda pembacaan pledoi (pembelaan, red) atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (13/9) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Dalam persidangan tersebut, selain mengungkap fakta persidangan yang tidak dituangkan dalam surat tuntutan JPU, Umar Samiun juga mengungkapkan rasa rindunya kepada sang Ibunda, Hj. Wa Ode Naria yang kini genap berusia 90 tahun.
Selama menjalani masa penahanan oleh KPK, Umar Samiun bersama saudara-saudaranya terpaksa harus berbohong kepada sang ibunda bahwa dirinya saat ini tengah bertugas di luar daerah, bukan sedang menjalani persoalan hukum yang menjeratnya di KPK. Hal itu terpaksa dilakukan mengingat kondisi kesehatan sang ibunda yang tidak memungkinkan untuk mendengar kabar penahanan Umar Samiun.
"Maafkan kami semua anak-anakmu yang telah membohongi bahwa Saya lagi bertugas diluar daerah. Sengaja kami tidak menyampaikan yang sebenarnya karena semata-mata kami sayang dan kami cinta ibu. Pertimbangan kesehatan yang menjadi alasan kami melakukan itu, maafkan kami anak-anakmu. Juga kepada istri dan anak-anakku tercinta, bersabarlah dan berpegang teguhlah pada keyakinan kita di jalan Allah SWT, Insya Allah Tuhan mendapatkan kita sebagai orang-orang yang bersabar," ujar Umar Samiun dihadapan Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Ketua, Ibnu Basuki Widodo.
Dalam kesempatan itu, Umar Samiun membeberkan sejumlah fakta-fakta persidangan yang tidak dituangkan oleh JPU didalam surat tuntutan. Menurut mantan Ketua DPW PAN Sultra ini, JPU dalam membuat tuntutan tidak berdasarkan bukti dan fakta di persidangan. Akan tetapi, berdasarkan asumsi dan terkesan ragu-ragu. JPU dalam tuntutannya mengatakan bahwa Umar Samiun bertemu dengan Abu Umaya, La Ode Agus Mukmin dan Dian Farizka di Grand Hyatt tujuannya adalah terdakwa meminta bantuan Dian Farizka untuk membuatkan gugatan terdakwa dan gugatan La Uku-Dani.
Akan tetapi dalam surat tuntutan JPU juga dikatakan bahwa pertemuan dilakukan pertemuan disekitaran Bundaran HI (bukan Grand Hyatt) antara Umar Samiun, Dian Farizka, La Ode Agus Mukmin, Abu Umaya ditambah Sofyan Kaepa. "Tujuannya, membahas materi permohonan keberatan sengketa Pilkada Kabupaten Buton yang akan diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Yang mana yang benar? Sementara berdasarkan BAP La Uku gugatan mereka itu dibuat sendiri oleh kuasa hukum Munsir bukan Dian Farizka," tegasnya.
Umar Samiun juga menjelaskan bahwa JPU kurang memahami Pilkada Kabupaten Buton dengan baik. Pilkada Kabupaten Buton dilaksanakan sebanyak dua kali, yakni 2011 yang berujung dengan dikeluarkannya putusan sela. Yang kedua tahun 2012 yang berakhir dengan keputusan akhir. "Kalau ada “niat” saya kenapa tidak saya lakukan sejak tahun 2011 dimana saya masih dalam posisi kalah," tukasnya.
Hal yang tidak mungkin terjadi, lanjut Umar Samiun bahwa pihaknya sudah tahu pemenang dalam PSU yang hasilnya tinggal disahkan di Mahkamah Konstitusi adalah sesuatu yang tidak bisa diterima akal sehat kita. Olehnya itu, uang Rp. 1 miliar tersebut murni adalah permintaan Arbab Paproeka. Dan tidak berkaitan dengan momentum pembacaan putusan di Mahkamah Konstitusi maupun Akil Mochtar.
"Saya berikan agar Arbab Paproeka tidak menekan dan meneror lagi sebagaimana yang sudah saya jelaskan dalam persidangan bahwa Arbab Paproeka sudah beberapa kali mengerjai saya. Itulah sebabnya kenapa saya selalu menolak untuk bertemu dengan Arbab Paproeka," ujarnya.
Menanggapi kehadiran Akil Mochtar di Kabupaten Buton dalam rangka melakukan pengawasan Pemilukada Kabupaten Buton,
JPU kembali membangun opini seolah-olah kedatangan M Akil Mochtar mempunyai kaitan dengan terdakwa. Sedangkan, bukti dan fakta dipersidangan seperti yang diungkapkan La Rusuli bahwa kehadiran Akil Mochtar di Buton atas perintah KPU RI untuk mengundang Ketua MK.
"Namun karena Ketua MK berhalangan maka Ketua MK memerintahkan M Akil Mochtar mewakilinya ke Buton agar dapat melihat dan melakukan pengawasan secara langsung pelaksanaan PSU pasca dikeluarkannya keputusan sela. Ini diperkuat dengan keterangan Agus Feisal Hidayat bahwa benar Akil Mochtar bertemu dengan Sjafei Kahar yang tidak lain adalah ayah kandung dari Agus Feisal Hidayat sendiri," bebernya.
Olehnya itu, Umar Samiun dalam kesempatan itu mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim agar dapat mempertimbangkan untuk menerima nota pembelaannya serta menyatakan bahwa dirinya tidak terbukti secara sah e dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi pada Pasal 6 (enam) ayat 1 (satu) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Sementara itu, JPU KPK, Kiki setelah mendengarkan pembelaan Umar Samiun dan penasehat hukum mengatakan tidak akan mengajukan replik atau jawaban atas pembelaan tersebut. "Kami menghormati dan itu hak terdakwa dan pengacara mengajukan pembelaan. Atas bantahan tersebut kesimpulannya kami tidak perlu melakukan replik dan tetap pada pembelaan kami," kata Kiki singkat.
Dengan demikian agenda sidang berikutnya akan kembali digelar pada dua pekan mendatang, tepatnya pada 27 September 2017 dengan agenda pembacaan putusan. "Sidang berikutnya agenda pembacaan putusan tanggal 27 September 2017," tutup hakim sembari mengetuk palu. (Hrm/Fajar)