Belajar pada Fuad Amin: Senang Sesaat, Sengsara Selamanya

FAJAR.CO.ID -- Sudah sekian banyak pejabat di negeri ini yang tersandung kasus korupsi. Pelakunya pun seperti rutin di-regenerasi. Kemarin tertangkap satu, besok tertangkap lagi dua, tiga, empat, dan seterusnya.
Sebagai bahan renungan untuk menjaga diri dari kasus serupa, ada baiknya belajar pada kisah nyata yang dialami Fuad Amin, yang kini sudah berhadapan dengan hukum untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Kenapa harus Fuad Amin? Sejauh ini, dialah figur pejabat yang pantas menyandang gelar sebagai juara 1 koruptor di Indonesia.
Mahkamah Agung (MA) menyita harta mantan Bupati Bangkalan (Madura, Jawa Timur) itu hingga Rp 414 miliar lantaran dia tak bisa membuktikan asal-usul hartanya. Fuad pun dihukum 13 tahun penjara di tingkat kasasi.
Putusan kasasi Fuad Amin dilansir di website Mahkamah Agung, kemarin (Kamis, 21/9/2017). Majelis Hakim MA yang terdiri dari ketua majelis, Salman Luthan, dan anggota majelis, MS Lumme dan Krisna Harahap, menjatuhkan hukuman 13 tahun penjara atas pertimbangan usia Fuad yang sudah lanjut.
Seharusnya, kejahatan korupsi diancam maksimal 20 tahun penjara dan pencucian uang yang diancam hukuman seumur hidup.
"Pidana penjara selama 13 tahun yang dijatuhkan terhadap terdakwa sudah memenuhi rasa keadilan, mengingat terdakwa sudah berusia lanjut, yaitu 68 tahun," ujar Hakim Salman.
Fuad disebut majelis hakim meminta fee 10 persen APBD yang digunakan setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selama satu dasawarsa, sejak 2003 hingga 2013.
Fee 10 persen dari anggaran APBD yang diterima Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) 2003-2010 sebesar Rp159,126 miliar. Sementara pada 2010-2013 sebesar Rp182,574 miliar. Total uang yang dikumpulkan Amin selama 10 tahun itu senilai Rp341 miliar.
Selain itu, Fuad juga memalak pengusaha yang berinvestasi di daerahnya. Salah satunya dari perusahaan gas, PT Media Karya Sentosa yang memberikan suap ke Fuad Amin pada 2009 hingga Desember 2014 sebesar Rp 16 miliar.
Fuad juga melakukan jual beli SK pegawai dengan harga bervariasi. Kekayaan dari kejahatannya semakin menumpuk ketika dia mencuci hasil kejahatannya menjadi properti, tanah, hingga surat-surat berharga. Setiap rumah yang dibelinya selalu terdapat brankas yang berisi uang cash dalam jumlah miliaran rupiah.
Fuad Amin juga membuat 20-an rekening di berbagai bank, baik di Bangkalan, Surabaya, Bali, dan Jakarta. Total uang hasil korupsi dan pencucian uang nyaris mencapai setengah triliun rupiah. Tepatnya, Rp 414 miliar.
Fuad Amin berkelit dirinya sudah kaya sejak lahir. Dia membeberkan, pada 1997, dia menerima warisan dari ayahnya, Kyai Imron Amin, dalam bentuk 1 lemari uang, yang di dalamnya terdapat emas batangan sekitar 8 kg. Selain itu, dia juga diwarisi mobil dan sapi. Total warisan yang diterimanya ditaksir Rp12 miliar hingga Rp14 miliar.
Ketua DPRD Bangkalan 2014-2019 itu juga mengelola yayasan yang diwariskan. Yayasan itu mengelola masjid dan makam keluarganya. Untuk membangun makam keluarga besarnya, digelontorkan Rp 36 miliar dari APBD.
Setiap tahun, ribuan orang datang untuk ziarah ke makam tersebut. Dari uang parkir, terkumpul setidaknya Rp 30 juta dan dari toilet umum sedikitnya Rp130 juta. Sementara dari sumbangan masjid, per bulan mencapai Rp 300 jutaan.
Fuad juga bersikukuh, uang-uang yang diberi dari SKPD walaupun sedekah, namun dia menganggapnya sebagai uang darurat, subhat, sehingga tidak dia masukkan ke dalam hartanya karena berlawanan dengan hatinya.
Namun, saat jaksa menantangnya melakukan pembuktian terbalik, Fuad tak bisa membuktikan asal-usul hartanya. Karena itu MA pun memutuskan merampas seluruh asetnya.
Daftar aset Fuad, mulai dari rumah, tanah, mobil, apartemen, hingga rekening bank, memakan 518 halaman dari berkas putusan yang totalnya mencapai 2372 halaman. Ada 133 item yang dibeberkan dalam berkas itu.
Hari ini (Jumat. 22/9/2017), beberapa aset Fuad terkait kasus penerimaan suap dari PT Media Karya Sentosa dan tindak pidana pencucian uang dilelang di JCC. Aset itu adalah Toyota Alphard 2.4 AT keluaran tahun 2009, Suzuki Swift keluaran tahun 2011, Honda CRV keluaran tahun 2010, dan motor Kawasaki, keluaran tahun 2011.
Dalam kasus ini, ada 294 saksi yang diperiksa. Mereka berasal dari berbagai macam kalangan seperti pedagang, PNS, pengembang apartemen, pemilik dealer mobil hingga para saksi ahli.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, menyebut kasus ini cukup menguras waktu, tenaga, dan pikiran penyidik komisi antirasuah ini. "Kasus ini memang melelahkan juga," ujarnya, semalam.
Apa yang terjadi pada Fuad Amin itu disebut Saut sebagai contoh kekuasaan yang tidak terkontrol, yang membuatnya leluasa meminta fee 10 persen dan lain-lain.
Dari kasus ini pula, dapat dipetik pelajaran penting bahwa usaha, jabatan, keluarga, nama baik, pikiran, waktu dan lain-lain yang Fuad korbankan untuk mengumpulkan harta ternyata hanya berujung pada bui dan setumpuk kerugian yang lebih besar. Ia memang senang pada masanya, tapi hanya sebentar, setelah itu sengsara tak berkesudahan menyambutnya di depan mata. (fajar/rmol)