Kemenristekdikti Gandeng Newton Fund Inggris untuk Biayai Riset

  • Bagikan
Menristekdikti, Mohammad Nasir. (FOTO: JPNN)
Nasir menambahkan problem lainya terkait riset di Indonesia adalah menjadikan hasil penelitian itu diterima oleh industri sehingga bisa dibuat masal. Industri yang berfikir keuntungan tidak mau mengambil risiko untuk menerapkan inovasi baru. ”Jadi kalau ada satu produk inovasi bagus tidak bisa dikomersialisasikan disini itu problem,” ujar dia. Dalam Rancangan Undang-Undang tentang sistem nasional pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu diatur dengan detail tahapan untuk komersialisasi inovasi. Mulai dari inkubasi teknologi, kemitraan dengan industri, hingga pembangunan kawasan khusus iptek. ”Dengan adanya regulasi UU ini saya harapkan inovasi ini RUU yang menyangkut kesana harus disederhanakan. Harus ada one stop service selesai,” jelas dia. Anggota Fraksi PKB Arzeti Bilbina menuturkan RUU tersebut harus didorong untuk segera terealisasi. Sebab, negara-negara maju seperti Singapura ternyata salah satunya mengandalkan inovasi dan teknologi bagi kemajuan negaranya. Selain itu yang tidak kalah penting adalah dukungan anggaran untuk pengembangan iptek. ”Pada 2014 lalu anggaran riset kita masih 0,08 persen dari GDP (gross domestic product). Dan sekarang baru 0,2 persen. Maka ini perlu didorong agar setidaknya bisa sampai lima persen,” kata dia. (jun)  
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan