Buntut Kasus Papa Setnov, Golkar Berpeluang Pecah Jadi Dualisme

  • Bagikan
FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Pasca Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka korupsi E-KTP, internal Golkar langsung memanas. Pasalnya, kursi ketua umum partai dalam kondisi kosong, dan masalah ini sangat riskan buat elektabilitas partai jelang Pilkada serentak 2018. Berbagai kabar berseliwerang soal sosok pengganti Setya Novanto sebagai ketua umum partai beringin ini. Nama Ketua Harian DPP Partai Golkar, Nurdin Halid dan Sekretaris Jendral (Sekjend) Idrus Marham menjadi sosok yang digembor-gembor untuk mengisi kekosongan kursi Ketum jelang Musyawara Nasional (Munas) Golkar. Koordinator Bapilu 1 Golkar, (Jawa-Sumatera), Nusron Wahid menuturkan kondisi Partai Golkar sekarang dalam masa transisi, hingga perlu diputuskan ketua sementara, baik itu Pelaksana Tugas (Plt) atau Petugas Sementara (Pjs). Untuk itu, Nusron berharap penunjukan ketua sementara di masa transisi ini bisa bertahan hingga Munaslub. "Kalau saya sebaiknya masa transisi disiapkan sampai Munaslub," kata Nusron kepada wartawan di DPP Golkar, Senin (20/11). Dikatakan Nusron, penunjukan petugas sementara ketua umum Partai Golkar harus mendapat keabsahan dari Kementerin Hukum dan HAM (Kemenkumham), karena berpeluang terjadi dualisme pada pelaksana tugas, lantaran ada pihak yang kecewa. "Supaya legitimasi kuat, sewaktu-sewaktu sifatnya hanya plt dan ada pihak yang kecewa bisa membuat pelaksana tugas lagi," ucap Nusron. Meski begitu, Nusron mengakui legitimasi Menkumham bisa dibutuhkan, bahkan tidak bisa juga. "Kalau plt sudah dapatkan legitimasi Menkumham sangat bagus, tidak mendapat juga bisa," jelasnya.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan