Sekolah Pemulung (2): Dedikasi Tak Memandang Gaji

  • Bagikan

Mereka terus semangat memberikan ilmu kepada anak pemulung dan kaum dhuafa. Gaji yang minim tidak pernah mereka keluhkan demi sebuah dedikasi.

============================ Syarifah Fitriani, Makassar ============================

Banyak cerita lucu dan unik saat proses belajar di Sekolah Impian untuk anak pemulung dan kaum dhuafa ini. Salah satunya sering ditemukan siswa yang bahkan belum mandi demi mengikuti proses belajar. "Suara saya kadang sampai serak kalau menegur siswa yang belum mandi. Ada juga yang belum mandi karena telat bangun," canda Febriansyah SPd, pendiri Sekolah Impian sekaligus ketua Yayasan Smart Home Makassar. Maklum, di pemukiman tersebut, jarang ditemukan air bersih untuk mandi dan mencuci. Bahkan tak jarang, warga ditempat itu mandi atau mencuci dengan air kotor. "Tapi untuk saat ini tidak apalah mereka seperti itu, sambil menunggu bangunan sekolah rampung pengerjaannya. Nanti kalau bangunan sekolah sudah jadi, kebersihan akan diutamakan," lanjut Febri. Dibelakang tempat belajar siswa, memang tampak sebuah bangunan kayu yang belum rampung dibangun. Bangunan tersebut merupakan bantuan para donatur yang berbelas kasih demi mewujudkan impian anak pemulung. Bahkan tanah yang mereka tempati pun merupakan tanah Wakaf dari seorang dermawan. Diatas tanah nantinya, juga akan dibangun sebuah mushallah dan bangunan sekolah yang terbuat dari kayu. "Kami tidak ingin meminta-minta, tapi jika ada donatur yang ingin menyumbang untuk kelangsungan sekolah ini, kami sangat berterima kasih. Kami memang sangat membutuhkan donatur, tapi kami tidak akan meminta," ujarnya. Untuk memenuhi impian anak pemulung dalam mengenyam pendidikan, tim Komunitas Rumah Dedikasi Indonesia (KRDI) Makassar, butuh kerja yang ekstra. Bermodalkan kepedulian dan dedikasi yang tinggi, mereka pun mendirikan sebuah yayasan pendidikan yang digunakan untuk keperluan legalitas dan menawarkan les privat kepada masyarakat luas. Les Privat ini ditawarkan dengan harga yang murah jika dibandingkan dengan jasa les privat lainnya. Semuanya dilakukan tim KRDI, agar Sekolah Impian tetap beroperasi tanpa kendala. "Ini bukan bisnis, hasil les privat ini nantinya kami kumpulkan dan kami bagi, antara lain untuk gaji guru di Sekolah Impian dan untuk keperluan siswa kami disana. Yang jelas untuk kelangsungan sekolah ini tetap berjalan lah," aku Febriansyah, pendiri KDRI dan Yayasan Smart Home Makassar. Meski digaji seikhlasnya, empat tenaga pendidik Sekolah Impian tidak pernah mengeluh, bahkan tetap semangat mengajar anak pemulung di pemukiman kumuh itu. Keempat tenaga pendidik iti antara lain, Dian Hardiyanti Ilyas yang alumni Universitas Negeri Makassar (UNM), Nurfatih alumni Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, serta Indri dan Eva yang merupakan alumni Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar. Kedepannya, tim KRDI Makassar akan kembali membuka Sekolah Impian anak pemulung di dua lokasi di Makassar. Namun Febri menjelaskan, untuk membuka sekolah lainnya, pihaknya akan mencari tenaga pengajar yang memiliki dedikasi tinggi tanpa melihat jumlah gaji yang diberikan. "Kami mencari yang betul-betul ingin fokus mencerdaskan adik-adik pemulung tanpa melihat jumlah gaji. Tapi kami fokus dulu agar yang disini berkembang, karena saya ingin Sekolah Impian ini bisa berkembang lebih besar lagu," doanya. (**/habis)
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan