Warga Desa Cege, Kecamatan Mare, Kabupaten Bone, Sulsel, harus mengeluarkan biaya banyak saat keluar rumah. Ongkos perahu, ojek, dan sebagainya. Bagaimana kalau kepepet?
====================== Oleh: Muhammad Ashri Samad Kabupaten Bone, Sulsel ======================
SAYA berkunjung ke Desa Cege, Kecamatan Mare, Kabupaten Bone, beberapa waktu lalu. Suatu daerah pesisir yang tergolong pelosok di selatan Bumi Arung Palakka. Untuk mencapai lokasi tersebut, saya menempuh perjalanan dari pusat perkotaan Bone dengan jarak 36 kilometer. Menggunakan sepeda motor. Waktu tempuh ketika itu 44 menit. Kondisi jalanan sekitar 35 kilometer, cukup baik. Walaupun, roda dua tunggangan saya bergoyang menyusuri jalanan poros Bone-Sinjai, agar tidak masuk ke "ranjau" jalanan. Sesampai di Desa Tellu Boccoe, Kecamatan Mare, masyarakat, perlu bersabar. Lantaran, harus menunggu perahu yang datang untuk membantu menyeberangi sungai yang memilliki lebar 100 meter. Setelah menunggu sekitar lima menit, perahu yang akan membawa saya ke Desa Cege, tiba. Tak butuh waktu lama, seluruh penumpang sudah di atas perahu. Sebab memang hanya tiga orang. Kondisi awan saat itu, cukup bersahabat. Belum menunjukkan tanda-tanda akan turunnya hujan. Tiba di seberang, sudah daerah Desa Cege. Saya menuju ke kantor desa. Jaraknya ditaksir 800 meter dari lokasi penurunan penumpang perahu. Di kantor desa, saya bertemu Sekretaris Desa Cege, Darwis. Dari dia, saya mendapatkan informasi bahwa sebelumnya, daerah itu memiliki jembatan gantung yang bisa dilalui kendaraan roda dua. Petaka terjadi. Banjir besar yang melanda sungai desa setempat menghancurkan akses jalan pintas warga setempat, pada 2010. Padahal, umur jembatan baru 12 bulan. Karena diresmikan pada 2009. "Jembatan rusak akibat banjir. Makanya, transportasi yang banyak diminati masyarakat adalah perahu. Ini terjadi mulai tahun 2011 hingga saat ini. Jembatan sementara dibangun," kata Darwis. Melalui jalur darat, bisa saja. Hanya saja, jarak tempuh sekitar 13 kilometer menuju jalan poros dengan kondisi infrastruktur terbilang memprihatinkan. Kehadiran perahu, kini menjadi moda transportasi andalan warga desa setempat. Mulai pelajar, hingga ibu rumah tangga juga demikian. "Di Desa Cege tidak ada pasar, makanya harus ke daerah seberang untuk membeli barang kebutuhan. Demikian untuk gedung SMP dan SMA juga di seberang. Harus naik perahu, demi efektivitas waktu," paparnya. Sebagai jasa, biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk menyeberang menggunakan perahu Rp2 ribu. Setelah sampai di dermaganya, tukang ojek sudah menunggu. Rata-rata ke lokasi yang ditujukan Rp10 ribu. "Sehingga setiap PP butuh biaya Rp24 ribu. Jelas bukan biaya sedikit," tambahnya. Bagi warga yang butuh pertolongan medis, dirujuk ke Puskesmas yang berjarak 2 kilometer dari desa setempat. Untuk kota Bone, harus menempuh jarak 35 kilometer. Bukan jarak yang pendek. "Makanya, kehadiran jembatan sangat dibutuhkan warga setempat. Dan sementara proses pengerjaan," sebutnya. (*/fajar)