Paslon Didiskualifikasi bila Kedapatan Terima Dana Ilegal

FAJAR.CO.ID -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Fritz Edward Siregar, mengingatkan, para pasangan calon (paslon) kepala daerah yang kedapatan menerima dana ilegal bisa didiskualifikasi dari pencalonannya. Hal sama berlaku bagi paslon dengan sengaja memanipulasi dana kampanyenya.
"Para calon yang enggan melaporkan dana kampanye atau mendapat dana dari sumber tidak jelas itu bisa kita diskualidikasi bahkan kena Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," ujar Fritz, kemarin.
Aturan baru ini berlaku setelah Bawaslu memperbaharui nota kesepahaman pengawasan rekening dana kampanye dengan Pelaporan Pusat Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kedua institusi siap berkoordinasi mengawasi lalu lintas rekening kampanye para paslon Pilkada serentak 2018,
Diharapkan, melalui pembaruan MoU ini maka prilaku paslon yang enggan atau malas melaporkan dana kampanye bisa dicegah lebih dini. "Karena banyak hal yang sering dilupakan paslon dalam pilkada ini khisusnya dalam pelaporan rekening," jelasnya.
Ketua Bawaslu, Abhan, menjelaskan, kerja sama antara Bawaalu dan PPATK ini untuk mengawasi rekening khusus kampanye dan transaski yang diduga mencurigakan. Abhan mengatakan, dalam regulasi sudah diatur menganai siapa saja yang boleh memberikan sumbangan termasuk besarannya kepada paslon.
Dalam konteks ini, Bawaslu akan mengwasi rekening, kemudian jika ada mencurigakan akan dilaporkan ke PPATK.
"Misalnya apakah sumbangan perseroangan melebihi ketetapan. Apakah dana sumbangan berasal dari pihak tidak jelas. Melalui MoU ini, rekening mencurigakanakan kami buat kajian, nantikajian itu PPATK yang membuka," ujarnya.
Kepala PPATK Ki Agus Ahmad Badarudin mengapresiasi pembaruan MoU ini. Sebab PPATK berdasarkan undang-undang tidak bisa memberikan informasi terkait pemantauan rekening selain penegak hukum sebelum ada MoU.
"Kita melalukan pembaharuan karena sebelumnya sudah lewat waktunya. Pembaharuan ini perlu kita lakukan karena PPATK baru bisa memberi imformasi di luar penegak hukum stelag ada MoU," ujarnya.
Ditambahkan, kerjasama PPATK dengan Bawaslu sangatpenting dalam menghadapi dua agenda besar yang akan berlangsung pada tahun ini dan 2019. Apalagi total biaya penyelenggaraan pilkada mencapai Rp 12,2 triliun, sementara Pileg dan Pilpres mencapai Rp 16,8 triliun.
Berdasarkan kajian PPATK, kerawanan sumber pendanaan berasal dari beberaa faktor. Pertama, sumber perseorangandari dana ilegal. Kedua, sumber partai yang berasal hasil korupsi atau suap. Ketiga, berasal dari badan usaha yang hasil usahanya tidak sah.
"Kita memerlukan langkah-langkah dalam upaya penegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dalam dana kampanye guna mewujudkan Pilkada 2018 dan 2019 bersih, transparan dan berintegritas," ujarnya.
Diketahui, pilkada serentak tahun ini diikuti oleh 171 daerah. Lebih rinci lagi, pilkada gelombang ketiga ini akan diikuti 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. (rm)