ADA yang sangat pas dari ungkapan Syahganda Nainggolan untuk Survey IB (Indo Barometer). Yaitu, kegagalan konsep. Contoh, dikemukakan ada paslon capres Jokowi dengan cawapres Prabowo Subianto.
Lalu konsep ini dianggap kebenaran, kemudian diterjemahkan menjadi konsep desain kuis.
Bimsalabim, jadilah kuis. Apa bisa dan boleh begitu? Saya baru kali ini menemukan kuis salah berat seperti ini.
Menurut pustaka riset yang pernah saya baca dan lakukan, hukumnya haram. Dilarang keras. Itu gunanya konsep. Agar kuis tak sama dengan ngerumpi. Agar sains tak sama dengan ilmu gathuk. Bisa-bisa quick count tak lagi presisi, dan tinggal ilmu rumpi. IB merusak ilmu penelitian. Sebab, pemasangan paslon Jokowi - Prabowo disengaja melawan
make sense. Sama sekali tanpa reason. Reason itu adalah konsep yang gagal dalam analysis Syahganda tadi.
Jokowi berduet dengan Prabowo sukar diterima akal waras. Apalagi reason sains. Dan yang tak masuk akal itu yang menjadi konsep IB. Agaknya memakai paradigma minor Harold D Lasswell: pada dasarnya keputusan politik adalah
absurd, tidak disengaja. Sehingga faktor statik bisa diubah menjadi dinamik.
Yo ngawur Pak Bro.
Pertama, kita belum lupa
toh, Prabowo mencabut dukungan kepada Demiz karena Demiz mengajukan usulan agar Prabowo menjadi cawapresnya Jokowi. Belum lama. Dan Demiz lalu diganti dengan Sudradjat.
Kedua, kita juga belum lupa perjanjian Pasir Putih, di mana PDIP akan menjadikan Prabowo jadi capres karenanya Prabowo kudu memenangkan paslon Pilkada Jokowi-Ahok tiga tahun lalu. Dan perjanjian itu dianggap tak berlaku. Prabowo dikhianati, Jokowi malah maju jadi capres. Itu bukan absurditas Lasswell.