Sanksi Profesor Malas Diringankan, Pengamat: Mau Sampai Kapan Begini?

FAJAR.CO.ID -- Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) berupaya meredam potensi gejolak para profesor terkait kewajiban menulis publikasi internasional.
Semula, sanksi berupa penghentian sementara tunjangan kehormatan mereka. Lantas, berubah memberi perpanjangan waktu bagi guru besar atau profesor untuk menulis publikasi internasional, hingga November 2019. Terbaru, tunjangan kehormatan hanya akan dipotong 25 persen.
Pengamat pendidikan, Indra Charismiadji, melihat aneh kebijakan yang diambil Kemenristekdikti terkait sanksi tersebut. ’’Kalau alasannya supaya tidak ada gonjang-ganjing itu politis. Mau sampai kapan (kebijakan pendidikan, red) dicampuri urusan politis seperti ini,’’ papar Indra.
Indra menjelaskan, Kemenristekdikti perlu menegaskan apakah mereka ingin mendahulukan kepentingan nasional atau kepentingan kelompok.
Jika Kemenristekdikti mendahulukan kepentingan nasional, seharusnya segera mengevaluasi para guru besar yang tidak memenuhi kewajiban menulis publikasi internasional itu.
’’Layak tidak mereka menjadi guru besar,’’ katanya. Sebaliknya jika mengutamakan kelompok, wajar memberikan tambahan waktu sampai November 2019.
Menurut Indra sudah saatnya pemerintah memperbaiki SDM bangsa Indonesia. Indra mengatakan penilaian ulang seorang dosen layak atau tidak jadi guru besar memang tidak populis.
Dia menjelaskan, kalau profesornya saja tidak menjalankan aturan, mahasiswanya lebih kacau lagi.
Ketentuan kewajiban menulis publikasi internasional itu merujuk pada Permenristekdikti 20/2017. Terkait ketentuan tersebut, beredar dokumen petunjuk teknis (juknis) implementasi Permenristekdikti 20/2017.
Yang diatur dalam juknis itu antara lain adalah pemberhentian sementara pembayaran tunjangan tersebut tidak dilakukan secara penuh. Detailnya, "Pemberhentian tunjangan diartikan sebagai pengurangan tunjangan kehormatan sebesar 25 persen dari tunjangan setiap bulan."
Ketentuan potongan 25 persen itu juga berlaku untuk pembayaran tunjangan profesi dosen berpangkat lektor kepala yang tidak menulis publikasi. Dengan klausul itu, sanksi untuk profesor maupun dosen lektor kepala yang tidak menjalankan kewajiban publikasi tidak terlalu berat.
Dirjen Sumber Daya Iptek-Dikti Kemenristekdikti, Ali Ghufron Mukti, belum bersedia berkomentar banyak soal sanksi yang cukup ringan itu. "Dapat dari mana itu (juknis permenristekdikti, Red)?" katanya kemarin (23/2).
Dia menegaskan, ketentuan sanksi bagi para guru besar dan lektor kepala yang tidak menjalankan kewajiban publikasi internasional itu tetap diberlakukan. Tetapi, imbuh dia, aturan tersebut, misalnya penghentian sementara tunjangan kehormatan profesor, akan dimodifikasi. (wan/c9/agm)