Bolehkah JK Maju Cawapres Lagi? Mendagri: Bisa Saja

FAJAR.CO.ID -- Peta politik Pilpres 2019 menghangat setelah PDI Perjuangan memutuskan untuk kembali mengusung Joko Widodo sebagai calon presiden, serta mempertimbangkan nama Jusuf Kalla (JK) sebagai salah satu kandidat calon wakil presiden (Cawapres).
Hal ini membuat nama JK mendadak namanya kembali ramai diperbincangkan.
Namun, polemik muncul ketika JK dianggap sudah dua periode menjadi wakil presiden meski tidak berturut-turut, yakni periode 2004-2009 dan 2014-2019.
Sebagian kalangan menyebut JK terganjal ketentuan Pasal 7 UUD 1945 yang mengatur presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
Ketentuan tersebut diperkuat dengan Pasal 169 huruf (n) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam pasal itu disebutkan, persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah belum pernah menjabat presiden atau wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama
Menanggapi hal itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, angkat bicara terkait polemik tentang boleh atau tidaknya JK kembali maju sebagai calon wakil presiden pendamping Jokowi pada Pilpres 2019.
“Belum tentu JK tidak bisa maju kembali menjadi calon wakil presiden. Sebab, pasal yang ada masih multitafsir,” Tjahjo di Jakarta, Senin (26/2/2018).
Mantan ketua tim pemenangan Jokowi-JK di Pilpres 2014 itu mengatakan, JK terpilih menjadi wakil presiden tidak berturut-turut, melainkan ada jeda lima tahun.
"Pak JK kan (dua kali menjadi wapres, red) ada tenggang waktu. Jadi sepertinya masih multitafsir," ujar Tjahjo.
Mantan sekretaris jenderal PDIP itu mengaku telah berkomunikasi secara lisan dengan Ketua KPU Arief Budiman terkait pasal tersebut. Tim Kemendagri juga tengah menelaah secara konkret maksud pasal-pasal tersebut.
Karena itu, ada kemungkinan Kemendagri bakal meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menafsirkan pasal tentang pembatasan masa jabatan cawapres. Harapannya, tafsir dari MK akan mengakhiri perdebatan dan mencegah polemik serupa di kemudian hari.
“Agar jelas dan tak menuai polemik karena perbedaan tafsir. Namun secara lisan sudah diskusi dengan ketua KPU, tim kami juga sudah menelaah, karena pengertian dua kali itu berturut-turut atau tidak. Ini menyangkut tata negara, saya kira perlu duduk bersama," pungkasnya. (dms/rdw/JPC)