Polisi Selidiki Kasus Keracunan Gas, Empat Orang Tewas

FAJAR.CO.ID, BANJARMASIN - Instalasi Gawat Darurat (IGD) milik Rumah Sakit Dr Soeharsono sedang kacau. Ada perempuan muda yang jatuh pingsan, tangis histeris seorang istri, dan teriakan marah petugas yang coba menghalau jejalan penonton.
Di depan itu semua, tampak pemandangan memilukan. Empat lelaki terbujur kaku diselimuti kain sarung batik. Mereka korban tewas dari insiden keracunan gas di Pelabuhan Trisakti, Sabtu (24/2) sekitar jam delapan malam.
Di tengah kekacauan itu, Hermani berjalan tenang menuju meja dokter jaga. Yang dipenuhi perawat, polisi dan wartawan yang sedang sibuk mengumpulkan data korban. "Saya mau mengambil mayat abah untuk dibawa pulang," ujarnya datar.
Ketenangan pemuda 20 tahunan itu membuat semuanya terkesima. Hermani mengenakan kaus oblong hijau dan celana pendek hitam. Matanya tampak sembab dan merah. Setelah mengisi formulir yang ditunjukkan petugas, dia berdiri menunggu.
"Tadi melihat iring-iringan ambulan dari pelabuhan. Saya tanya ada apa, katanya lima pekerja tewas. Tak menyangka salah satunya ayah saya," kisahnya.
Ayahnya bernama Hermadi, 55 tahun, tinggal di Jalan PM Noor, Banjarmasin Barat. Siang itu, Hermani sempat bertemu ayahnya. "Pertemuannya biasa saja. Abah tidak menunjukkan gelagat aneh. Saya juga tak merasakan firasat macam-macam," imbuhnya.
Dia toh manusia biasa. Saat diantar menuju jenazah, begitu kain disingkap dan wajah ayahnya tampak, pertahanan Hermani pun runtuh. Dia menangis dengan wajar, lirih dan pelan.
Tiga jenazah lain atas nama Syahrani, 48 tahun, warga Simpang Jagung serta sepasang ayah dan anak. Murjani, 48 tahun dan putranya David Budiman, 28 tahun. Keduanya warga Jalan Tembus Mantuil, Banjarmasin Selatan. Murjani adalah mandor dari para buruh ini.
Seorang perempuan yang mengaku istri dan ibu dari kedua jenazah itu, datang dalam kondisi hampir pingsan. "Sore tadi, perasaan saya sudah tak enak. Saya sudah melarang mereka ke pelabuhan. Tapi mereka mecal (bandel)," ujarnya terisak.
Kondisinya mulai agak tenang setelah Kapolsek Pelabuhan Laut Kompol Susilawati datang menyabari. Mengelus lembut bahu dan kepalanya.
Susi mengatakan, semua korban tewas seketika di TKP. Tepatnya di dalam palka Kapal MV SUMIEI yang bersandar di Dermaga Martapura Baru, Pelabuhan Trisakti. Dugaan awal adalah terhirup gas beracun.
Hasil penyelidikan sementara, nakhoda sudah memperingatkan agar buruh bongkar muat jangan langsung terjun ke palka. Setelah pintu palka terbuka, harus menunggu tiga jam untuk pergantian udara. Palka ini berisi 1.600 ton biji sawit.
"Tapi seorang korban tak mengindahkan teguran itu. Dia masuk ke dalam palka, jatuh tak sadarkan diri. Begitu juga dengan korban berikutnya yang datang menolong," terang Susi.
Polisi masih menyelidiki apakah ada unsur kelalaian dalam kecelakaan kerja ini. Jika ya, bakal ada yang dipidanakan. "Kasus ini sedang kami dalami. Ada tiga saksi yang sedang diperiksa. Tiga dari awak kapal dan dua rekan sesama buruh," pungkasnya.
Keterangan Susi sesuai dengan penuturan para relawan emergency yang pertama kali tiba di TKP. Dari palka, menguar bau yang memualkan. Evakuasi sempat tertunda, menunggu bau menyengat berlalu.
Keempat buruh ini bekerja untuk perusahaan bongkar muat Mitra Padu Serasi. Korban kelima adalah petugas medik dari dari Klinik Pelindo, Ahmad Kamal, 23 tahun. Dia dihubungi petugas keamanan pelabuhan ketika insiden itu terjadi.
Kamal bermaksud memberi pertolongan pertama. Naas, dia pun limbung dan ikut tewas di dalam palka. Jika keempat buruh itu dievakuasi ke RS Dr Soeharsono di Jalan Sutoyo S, maka korban terakhir ini dievakuasi menuju RS Suaka Insan di Jalan Jafri Zamzam.
Di kamar pemulasaran jenazah, sudah menunggu sepupu Kamal, Agus Salim. Dia mendapat kabar dari seorang kawan yang juga bekerja di pelabuhan. "Almarhum sudah setahun bekerja di pelabuhan," ujarnya.
Kamal tercatat sebagai warga Alalak Berangas Tengah, Barito Kuala. Agus mengantar ibu Kamal. Ketika datang, ibu korban tampak begitu trauma. "Ayahnya sudah duluan meninggal. Sekarang giliran putranya," imbuh Agus. (lan/fud/at/nur/ema)