Dampak Merkuri di Buru Bisa Lebih Parah dari Teluk Minamata Jepang

  • Bagikan
FAJAR.CO.ID, NAMLEA -- Penambangan ilegal maupun aktivitas perusahan tambang di Kabupaten Buru, Maluku, masih sangat marak dilakukan. Bahkan, pengolahan emas di lokasi tambang Gunung Botak diduga masih menggunakan bahan kimia berbahaya Merkuri (Hg). Alih-alih ditutup, aktivitas penambangan justru masih terus dilakukan. Bahkan masih ada pengamanan dari anggota TNI/Polri di lokasi tambang. Kendati sebagian besar masyarakat Kabupaten Buru merasa resah dengan penambangan yang diduga masih menggunakan merkuri, namun sebagian masyarakat juga menikmatinya. Apalagi kalau hasil yang diperoleh cukup memuaskan tanpa berpikir tentang dampak dari penggunaan merkuri untuk Kabupaten Buru. Akademisi dari Kabupaten Buru, Dr Muhammad Sehol menjelaskan, sejak awal ditemukan tambang emas di Kabupaten Buru tahun 2012 hingga saat ini, penambangan emas menggunakan merkuri marak terjadi. Jika hal ini dibiarkan terus maka tidak menutup kemungkinan kasus pencemaran lingkungan sebagaimana yang terjadi di Teluk Minamata akan terjadi pula di Kabupaten Buru. Secara umum para penambang membuang limbah merkurinya ke aliran sungai dengan induk utama Sungai Waeapo yang bermuara akhir ke Teluk Kayeli, yang merupakan teluk utama pusat aktivitas masyarakat Kabupaten Buru dalam hal transportasi dan berpencaharaian nelayan. Sekiranya limbah merkuri terus menerus terbuang lewat aliran sungai maka semakin lama konsentrasi merkuri akan semakin meningkat di Teluk Kayeli. Bahkan proses peningkatan akumulasinya bisa lebih cepat bila dibandingkan dengan kejadian yang terjadi di Teluk Minamata, Jepang.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan