Kemenangan Mahathir dan Tren #2019GantiPresiden

Maju bersama dengan payung konfederasi (Pakatan Harapan) menjadi strategi jitu pertama menumbangkan Barusan Nasional (BN) yang juga Konfederasi beberapa partai pendukung pemerintah. Konfederasi teorinya seperti sapu lidi yang disatukan hingga dapat membawa gelombang besar ketimbang jalan sendiri-sendiri.
Pelajarannya, partai di Indonesia perlu memikirkan peluang konfederasi ini. Ini sekaligus ujian kedewasaan dan kecerdasan kita dalam berpolitik sehingga mampu mengedepankan kepentingan yang lebih besar ketimbang kepentingan suara per partai.
Pertama, bagi partai Islam atau partai yang muncul setelah reformasi ide konfederasi ini menarik. Bagi Gerindra, PKS, PAN dan PBB wacana ini sangat layak dilakukan karena ada banyak kesamaan dalam langkah perjuangannya.
Kedua, pelajaran pentingnya adalah mahalnya harga sebuah tokoh. Pada Pilihan Raya Umum (PRU) ke-13 tahun 2013 BN menang dibanyak negeri dan banyak kursi parlemen disebabkan oposisi belum mendapat tokoh besar bernama Mahathir Mohamad.
Indahnya lagi PKR menerima Tun Dr Mahathir walau lambang Mata yang Lebam yang jadi logi PKR merupakan cerminan mata Anwar Ibrahim yang saat itu mendapat perlakuan hingga matanya lebam. Semua mampu menepikan kasus internal atau masa lalu dan bekerjasama melangkah ke depan.
Dan sosok Mathir adalah sosok luar biasa. Di usia 92 tahun (dalam kelender hijriyah usianya 94 tahun) masih memiliki semangat dan pesona pada rakyat Malaysia.
Kebetulan sehari sebelum menjadi saksi pencoblosan di Kuala Lumpur, saya berjumpa dengan beberapa aktivis dan beberapa pakcik dan makcik di kedai kopi. Dan magnetnya adalah Mahathir Mohamad atas tiga alasan: