Kasus PLTMH Lutim Ditutup, ACC Tantang Kejati Uji Dokumen di Pengadilan

  • Bagikan
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR - Penanganan kasus dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, dihentikan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulselbar. "Kasusnya sudah di tutup. Alasannya setelah diturunkan Ahli dari PLN wilayah (AKLI) kesimpulannya semua sesuai dengan spesifikasi yang diadakan," ucap Kepala Seksi Penerangah Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulselbar, Salahuddin, saat dikonfirmasi, Senin (27/8/18). Menanggapi hal tersebut, Lembaga Binaan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad, yakni Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, merasa bahwa kasus PLTMH Lutim bak panggung perpeloncoan. Sebab, pada kasus PLTMH Lutim, Direktur Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Abdul Muthalib, menganggap Kejati Sulsel sengaja menghentikan kasus dengan berbagai cara yang dianggap belum sepenuhnya benar, diantaranya melalui keterangan ahli. "Begitulah pemberantasan korupsi sangat tergantung dari goodwill pemegang kewenangan, jadi kalau good willnya tidak ada atau sudah lain maka pemberantasan korupsi akan terhenti, dicarikan cara untuk dihentikan, sama halnya kss PLTMH ini sudah hilang komitmen maka dihentikan dengan alasan keterangan ahli," beber Thalib, sapaan akrabnya. Lanjutnya, dirinya tidak habis pikir dengan sikap Kejati Sulsel yang seakan masih sama saat menangani kasus lainnya dengan cara tidak transparansi, bahkan menghentikan kasus seperti halnya kasus PLTMH Lutim. Tidak hanya itu, ia pun tidak segan untuk menantang Kejati Sulselbar untuk membuktikan bahwa kasus PLTMH Lutim memang tidak bermasalah, dengan menyerahkan barang bukti yang dikumpulkan pada proses penanganan kasus tersebut. "Coba kalau Kejati mengundang ahli yang lebih netral, independen, maka pasti beda keterangannya. parahnya Kejati sangat tertutup dengan perilaku menutup-nutupi, bahkan menghentikan kasus. Kami mendesak Kejati untuk bersedia menyerahkan bukti penghentian kasus tersebut jangan asal ngomong tanpa memperlihatkan bukti penghentiannya," jelasnya. Lebih jauh, ia pun menantang agar Kejati Sulselbar tidak asal-asalan dalam mengusut kasus. Bahkan menurutnya, Kejati tidak memiliki bukti dilapangan sehingga ACC tidak segan untuk menantang Kejati Sulselbar untuk melakukan uji dokumen penghentian kasus PLTMH Lutim di pengadilan. "jadi kalau sesuai spesifikasi, mana fakta di lapangan? hanya dua yang beroperasi, lalu spesifikasi mana yang dia maksud itu ahli??? jadi jangan main akal-akalan lah Kejati sulselbar. kami minta di publis surat penghentiannya dan kami segera menyurat meminta dokumen penghentian tersebut untuk kita uji di pengadilan," Thalib menegaskan. Diketahui, proyek yang menelan anggaran negara sebesar Rp 29 miliar itu disinyalir bermasalah. Dimana dari total 9 titik lokasi pembangunan proyek, hanya 2 titik yang berfungsi. Sisanya hingga saat ini tak bisa difungsikan. Penyelidikan kasus PLTMH Lutim ditangani oleh Kejari Luwu Timur sejak 2010 dan hingga sekarang belum menemui titik jelas. Kemudian lanjut diambil alih penanganan oleh Bidang Pidana Khusus Kejati Sulselbar dan juga bernasib sama. Dimana hingga saat ini juga belum ada kejelasan kapan kasus ini ditingkatkan ke tahap penyidikan. Mahasiswa pun sempat berunjuk rasa di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulselbar. Dimana mereka menuntut agar Kejati mendalami peran Bupati Luwu Timur (Lutim), Thoriq Husler terkait dugaan penyimpangan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Lutim senilai Rp29 miliar. “Kami meminta Kejati Sulsel agar serius menangani kasus PLTMH Luwu Timur dan tidak tebang pilih karena proyek ini sudah bergulir di Kejati,” tegas Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) Cabang Makassar, Habibi Masdin, kala itu. Proyek PLTMH Lutim tersebar di 9 Kecamatan dan menggunakan dana sharing APBN dan APBD Lutim sendiri. Khusus yang dibiayai APBN yakni PLTMH yang terdapat di Kecamatan Bantilang dan di Kecamatan Mahalona. Sementara 7 titik PLTMH lainnya menggunakan dana APBD Lutim masing-masing berlokasi di Desa Cendana Kecamatan Burau, Desa Batu Putih Kecamatan Burau, Desa Mahalona Kecamatan Towuti, Desa Mantadulu Kecamatan Angkona. Kemudian ada di Desa Nuha Kecamatan Nuha, Desa Kawata Kecamatan Wasuponda, Desa Kasintuwu, Kecamatan Mangkutana dan PLTMH non blok berada di Kecamatan Kalaena. Dalam laporan masyarakat yang diterima Kejaksaan sebelumnya diduga pembangunan tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Indikasinya, ada beberapa PLTMH yang fungsinya untuk menyalurkan listrik di desa tidak beroperasi setelah pekerjaan itu diselesaikan. Kejaksaan pun didesak untuk memanggil beberapa pejabat terkait dalam kasus itu termasuk Bupati Luwu Timur yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala Dinas Energi Sumber Daya Manusia (ESDM) Kabupaten Lutim pada tahun 2009. Di mana saat itu Bupati berperan selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). (ade/fajar)
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan