Waspada, Kekeringan Teror Sulsel Hingga November

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Krisis air di Kota Makassar dan sekitarnya diprediksi akan terjadi hingga November mendatang.
Disamping pasokan air di Perusahaan Air Minum (PDAM) Kota Makassar berkurang, sumber air dari Sungai Moncongloe yang mulai asin juga menjadi kendalanya.
Selain itu, krisis air yang melanda warga di utara dan timur kota, juga disebabkan oleh berkurangnya pasokan air di Bendungan Leko Pancing, Kabupaten Maros.
Khusus wilayah utara kota, kecamatan yang mengalami krisis air bersih adalah sebagian di Kecamatan Tallo dan Kecamatan Ujung Tanah. Sedangkan wilayah timur kota Kecamatan Tamalanrea, Kecamatan Biringkanayya dan sebagian lagi di Kecamatan Manggala.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) PDAM Makassar, Muh Idris membenarkan jika kekeringan dan krisis air bersih yang kini dirasakan masyarakat di Kota Makassar diprediksi berlangsung hingga akhir November. Kondisi tersebut akan berakhir ketika musim kemarau usai dan berganti musim hujan.
Agar masyarakat dapat tetap terus mendapat air bersih, jelas Muh Idris, PDAM Makassar membuka layanan pengantaran air bersih gratis ke rumah-rumah warga dengan mobil tanki. Mobil tanki air bersih dengan kapasitas mencapai 3.000 liter diluncurkan setiap hari sesuai pesanan telepon dari warga.
“Setiap hari kita turunkan mobil tanki air bersih di rumah warga. Kalau ada menelepon meminta didatangkan mobil tanki air bersih, pasti kita langsung luncurkan. Dan ini bergiliran karena ada dua wilayah sebagaian utara dan timur kota yang kita layani,” kata Idris, Selasa (28/8).
Kekeringan air bersih sejumlah wilayah di kota semakin diperparah lagi di mana air di Sungai Moncongloe yang selama ini digunakan sebagai air baku pendistribusian kepada masyarakat itu, tercemar air laut dan sangat asin.
Sehingga PDAM Kota Makassar mengurungkan niatnya untuk mengolah air sungai menjadi air bersih siap pakai apalagi pompa stock tak dapat digunakan.
“Air baku di Sungai Moncongloe sudah beberapa hari ini tidak bisa kita ambil dan pakai. Karena air laut pasang dan tercampur dengan air sungai. Kadar asin di sungai tinggi sekali pompa tidak bisa dipakai. Itulah kita buka layanan pengantaran mobil tanki,” sebutnya.
Sehari sebelumnya, Prakirawan Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah IV Makassar Suswanto, mengatakan potensi kekeringan kini mengancam beberapa daerah di Sulsel.
Seperti di Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, Bulukumba, sampai Selayar. Bahkan di Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, dan Selayar sudah tak turun hujan selama dua bulan terakhir.
Di sejumlah daerah tersebut memiliki curah hujan yang sangat rendah dan suhu yang begitu panas. Curah hujan di daerah ini terhitung kurang, hanya sekitar 0 sampai 20 mm. Sedangkan suhunya cukup tinggi. Bisa mencapai 34 derajat celcius.
“Bahkan yang kami catat, pada 20 Agustus lalu, suhu di Makassar lebih dari 35 derajat celcius. Itu sudah masuk kategori ekstrem,” kata Siswanto, kemarin.
Pada September nanti, lanjutnya, curah hujan di hampir semua wilayah Sulsel begitu rendah. Di Pare-pare, Barru, Soppeng, Pangkep, Maros, hingga Sinjai curah hujannya rendah di bawah 50 mm.
Wilayah lainnya seperti Bone, Wajo, Luwu, Enrekang, Pinrang, Sidrap dan Palopo juga sama. Curah hujan rendah, antara 51 hingga 100 mm. Toraja, Roraja Utara, Luwu Utara dan Luwu Timur curah hujannya menengah, sekitar 101 sampai 150 mm.
Saat masuk Oktober, kondisi hampir serupa. Hanya wilayah Toraja dan Toraja Utara yang curah hujannya telah mencapai 200 mm. Itu pun masih dikategorikan menengah. Sedangkan Sulsel bagian selatan, pada September dan Oktober, curah hujan masih tetap rendah.
Kondisi kering ini diperkirakan akan terjadi hingga Oktober mendatang. Masih cukup panjang untuk terjadi hujan kembali yang diprediksi akan berlangsung pada November.
Selain kekeringan, Siswanto juga menghimbau untuk waspada akan kebakaran hutan. Hutan yang sewaktu-waktu bisa terjadi kebakaran adalah sekitar wilayah Pinrang, Luwu Timur, dan Luwu Utara.
Ia mengimbau kepada masyarakat, jika nanti hujan kembali turun, masyarakat diminta untuk melakukan reboisasi. Karena apabila terjadi kekeringan lagi, masyarakat akan kekurangan air lagi. Terutama masyarakat yang bertempat tinggal di daerah yang tinggi. (arf/bkm/fajar)