Delapan Daerah di Sulsel Ini Rawan Gempa

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah belum lama ini, mengundang rasa was-was masyarakat akan dampaknya bagi wilayah lain. Dari catatan sejarah, wilayah Sulawesi Selatan juga kerap terjadi gempa bumi. Sebanyak delapan daerah rawan dengan peristiwa ini.
Histori gempa yang merusak diperoleh dari Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah IV Makassar. Yakni gempa di Bulukumba pada 29 Desember 1828 dengan VIII-IX MMI. Gempa Tinabung, 11 April 1967 dengan magnitudo 5,3 skala richter (SR).
Gempa Majene (ketika itu masuk wilayah Sulsel) pada 23 Februari 1969.
Magnitudonya 6,9 SR. Gempa Mamuju, 6 September 1972 dengan 5,8 SR. Gempa Mamuju, 8 Januari 1984 dengan magnitudo 6,6 SR.
Selanjutnya, gempa Ulaweng pada 8 April 1993 yang magnitudonya 5,3 SR. Gempa Pinrang 28 September 1997 sebesar 6 SR. Gempa Sorowako 15 Februari 2011 dengan 6,1 SR.
Pada delapan wilayah tersebut, kata staf Pusat Gempa Regional (PGR) IV BMKG Makassar Syarifuddin, tidak menutup kemungkinan gempa serupa akan kembali terjadi.
“Tidak menutup kemungkinan akan terjadi gempa seperti itu lagi di wilayah yang sama,” ujar Syarifuddin di kantornya, Rabu (3/9).
Ia menjelaskan, dari 24 kabupaten di Sulsel, ada beberapa daerah yang rawan gempa. Yakni Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, Soroako, Soppeng, Bone, Wajo, Sinjai, Parepare, Sidrap dan Pinrang.
Sedangkan untuk wilayah daerah yang dianggap rawan tsunami, yakni Makassar (berpotensi), Bulukumba (berpotensi), Selayar (berpotensi), Jeneponto (berpotensi), Bantaeng (berpotensi) dan Takalar (berpotensi).
“Kalau Mamuju dan Majene itu masuk dalam level waspada,” tandasnya.
Antara tahun 2011 hingga 2017, tambahnya, ada beberapa gempa yang terjadi, namun masih dalam skala kecil. Sedangkan potensi gempa untuk Makassar, menurut Syarifuddin, masih relatif aman.
“Kalau untuk Makassar, lebih kepada dampak getarannya saja, seperti yang terjadi baru-baru ini,” jelasnya.
Sedangkan untuk potensi tsunami, wilayah Makassar bisa terkena langsung. Apabila ada terjadi gempa besar di wilayah Flores, gelombang tsunaminya bisa berdampak ke kota ini. Khususnya di daerah pesisir pantai barat dan selatan.
“Kalau ada gempa di Flores, itu dampaknya biasa sampai Makassar serta berpeluang tsunami. Apalagi wilayah laut Makassar terlihat sangat terbuka,” bebernya.
Di bagian lain, prakirawan BKMG Wilayah IV Makassar Asriani Idrus menjelaskan potensi terjadinya bencana banjir di musim hujan mendatang. Dia menyebut ada 13 kabupaten yang rawan.
Masing-masing Luwu Timur, Luwu Utara, Luwu, Pinrang, Sidrap, Soppeng, Bone Wajo, Barru, Pangkep, Maros, Makassar dan Takalar.
Terjadinya bencana banjir dikarenakan intensitas air hujan yang tinggi. Topografi wilayahnya dengan kondisi di wilayah tersebut.
“Banjir itu bukan karena curah hujan saja, namun banyak pengaruh lain yang bisa mengakibatkan banjir,” ujarnya, kemarin.
Untuk wilayah yang dianggap rentan terjadi bencana tanah longsor, yakni Gowa, Sinjai. Bulukumba, Bantaeng, Bone bagian barat, Soppeng, ada juga di Luwu Utara.
Sedangkan wilayah yang masuk dalam level waspada, yakni Gowa, Maros, Pangkep, Soppeng, Bone bagian barat, Barru bagian selatan, Pinrang, sebagian besar wilayah Luwu. Luwu Utara, Luwu Timur, Toraja dan Toraja Utara.
Dana Kontigensi Rp20 M
Secara khusus, Pemprov Sulsel tidak mengalokasikan anggaran penanggulangan bencana dalam APBD. Alasannya, karena tidak bisa diketahui kapan bencana tersebut akan datang.
Untuk penanggulangan bencana, diambilkan langsung dari dana kontigensi atau belanja tidak terduga. Pos anggarannya ada di Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Sulsel.
Menurut Kepala BPKD Sulsel Andi Arwien Azis, tahun 2018 ini, dana kontigensi dialokasikan sebesar Rp20 miliar. Anggaran tersebut tidak hanya disiapkan untuk penanggulangan bencana. Melainkan untuk kegiatan tak terduga yang tidak terprogram di APBD namun wajib untuk dibiayai. Seperti ada kegiatan dari pemerintah pusat yang harus disukseskan daerah yang tidak masuk dalam kegiatan APBD.
Anggarannya diambilkan dari dana tersebut sesuai kebijakan kepala daerah, namun harus mendapatkan persetujuan dari DPRD Provinsi Sulsel sebelum dana tersebut digunakan.
Tahun ini, dana kontigensi sudah digunakan untuk membantu penanggulangan bencana gempa di Lombok. Sesuai arahan Soni Sumarsono yang menjabat sebagai Pj Gubernur Sulsel kala itu, Pemprov Sulsel memberi bantuan dalam bentuk dana segar sebesar Rp1 miliar. Namun ketika dilaporkan ke DPRD, diminta ditambahkan Rp1 miliar.
“Jadi total bantuan yang diberikan ke Lombok sebesar Rp2 miliar. Dana itu langsung ditransfer ke rekening pemerintah setempat,” ungkap Arwin, Rabu (3/10).
Saat ini, lanjutnya, dana kontigensi disiapkan kembali untuk membantu korban gempa di Palu dan Donggala. Jumlahnya belum diketahui pasti. Masih menunggu petunjuk dan arahan dari gubernur.
Namun bisa dipastikan nilainya akan lebih besar dibanding yang disalurkan ke Lombok. Mengingat Sulsel merupakan daerah penyangga di Pulau Sulawesi.
”Sebenarnya dana kontigensi ini lebih dipersiapkan untuk penanggulangan bencana di Sulawesi Selatan. Namun, Alhamdulillah Sulsel sejauh ini tetap kondusif dan diharapkan begitu seterusnya,” kata Arwien.
Tahun depan, dana kontigensi ini dipastikan lebih besar dibanding tahun ini. Sesuai amanat Permendagri No.38 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2019 yang menekankan agar daerah menambah alokasi anggaran belanja tak terduga untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak terduga. Termasuk mengantisipasi kebutuhan pilpres maupun pileg serta bencana.
Sementara itu, Kepala Badan Penanggangan Bencana Daerah (BPBD) Sulsel Samsibar mengemukakan, secara spesifik pihaknya tidak mengelola anggaran yang bersifat bantuan bencana. Pihaknya sebagai instansi teknis penanggulangan bencana lebih pada penguatan kapasitas. Bagaimana program penanganan bencana dari berbagai aspek, pencegahan, kesiapsiagaan kedaruratan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
“Kita tugas kemanusiaan. Menangani bencana. Itupun bukan hanya tugas BPBD. Semua instansi terkait bersama sama bekerja bantu saudara kita yang terkena bencana,” kata Samsibar. (mat-rhm/bkm/fajar)