Sesar Saddang Berkecamuk, Aktif Guncang Mamasa Hingga 170 Kali

  • Bagikan
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR - Dampak Gempa Sulawesi Tengah yang disebabkan bergeraknya sesar Palu Koro dan Sesar Matano, memicu aktifnya sesar lokal disekitarnya. Bahkan baru-baru ini, Kabupaten Mamasa pun diguncang gempa bertubi-tubi yang diakibatkan aktifnya Sesar Saddang. Hal tersebut diungkap, Plt Kepala BBMKG Wilayah IV Makassar, Joharman kepada awak media, Kamis 8 November 2018. Dia mengungkapkan gempa tektonik tersebut terjadi akibat sesar Saddang yang mulai aktif dengan kekuatan getaran yang bervariasi. "Untuk wilayah Mamasa dan sekitarnya memang sesar Saddang lebih dominan mempengaruhi aktifitas tektonik di daerah ini," katanya. Dalam beberapa waktu terhitung cukup jarang gempa terjadi di wilayah Mamasa. Namun belakangan sesar Saddang ini mulai aktif dan menyebabkan gempa yang cukup besar dan disertai banyak gempa susulan. "Kekuatan gempa pun bervariasi antara 2-3 SR. Saking aktifnya, gempa Mamasa yang teranalisa sebanyak 170 kali dengan kekuatan gempa bervariasi, namun yang dirasakan sekitar 29 kali," tambahnya. Lebih jauh, ia menjelaskan, sesar Saddang ini membentang dari pesisir Pantai Mamuju, Sulawesi Barat memotong diagonal melintasi daerah Sulawesi Selatan bagian Tengah, lalu melintasi Kota Bulukumba, hingga ke Pulau Selayar bagian Timur. "Meningkatnya aktivitas seismik baik di wilayah Sulbar, Sulsel maupun di sulteng tidak lepas dari pengaruh gempa tektonik yang terjadi di Donggala dan Palu dengan 7,7 SR. Dimana hal itu memicu aktivitas sesar sesar yang ada, seperti sesar Saddang, sesar Walanae ataupun sesar Matano," jelasnya. Menurutnya, di wilayah tersebut, potensi untuk gempa besar di wilayah tersebut masih sangat kecil. Karena patahan Saddang tidak sebesar patahan yang berada di wilayah Palu, Sulawesi Tengah. "Potensi kekuatan gempa patahan saddang tidak sebesar patahan palu koro di Sulteng," ungkapnya. Dengan panjanh sekitar 60-70 kilometer, kedalaman patahan Saddang ini sekitar 20-30 kilometer dan tergolong paling aktif. Itu dibuktikan dengan kejadian gempa di Mamasa yang melintasi Mamuju, Mamasa hingga Pinrang. Meski demikian, kecil kemungkinan untuk terjadi likuifaksi. Itu dikarenakan daerah tersebut berada di daerah batuan vulkanik atau batuan gunung api yang keras. "Biasanya air tanah di daerah seperti itu biasanya dalam, sulit didapat air," pungkas Joharman. (ade/fajar)
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan