Ahli Hukum: Tak Ada Alasan Pemerintah Bayar Mahal Freeport

FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Langkah Pemerintah Indonesia membeli 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) dinilai salah dan berpotensi merugikan negara. Hal itu didukung dengan didukung dengan akan berakhirnya masa kontrak PTFI pada 2021.
Ahli hukum Otto Hasibuan mengatakan, dalam masalah ini Pemerintah seharusnya sabar hingga kontrak tersebut habis. Sebab, kalau pemerintah tak memperpanjang maka Freeport bisa dimiliki Indonesia.
"Ketika Tim Peradi diminta menjadi konsultan oleh Menteri Jonan, kami baca ada klausul dalam KK yang menyatakan perpanjangan KK tergantung persetujuan pemerintah. jadi tak ada alasan pemerintah membayar mahal," kata Otto.
PT Inalum (Persero) pekan lalu (Jumat, 21/12) resmi membeli sebagian saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Nilai transaksi mencapai 3,85 miliar dolar AS atau setara Rp 55,8 triliun. Dengan begitu, kepemilikan saham Indonesia atas PTFI meningkat dari 9 persen menjadi 51 persen.
Resminya pengalihan saham tersebut ditandai dengan proses pembayaran dan terbitnya Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK) sebagai pengganti Kontrak Karya (KK) PTFI yang telah berjalan sejak tahun 1967 dan diperbaharui di tahun 1991 dengan masa berlaku hingga 2021.
Menanggapi langkah pemerintah tersebut, mantan Ketua Umum Peradi ini mengaku kaget.
"Saya kaget ketika pemerintah mengeluarkan dana triliunan untuk membeli saham 51 persen Freeport," ucap Otto. (RGR/Fajar)