Eka Tjipta

  • Bagikan
Agama ini juga punya jaringan stasiun TV DAAI (baca: Ta Ai). Yang hanya menyiarkan kebaikan. Saya beberapa kali bertemu Pak Eka Tjipta Widjaja. Di Jakarta atau di Surabaya. Pernah juga menjadi moderatornya. Saat beliau didaulat menjadi pembicara. Dalam sebuah seminar enterpreneur. Saya juga pernah menulis satu buku kecil tentang Pak Eka. Yang terbit 30 tahun lalu. Saat umur saya masih 40 tahun. Dan usia Pak Eka masih 70 tahun. Saya tidak pernah lupa cerita beliau. Tentang awal-awal memulai jadi pengusaha. Bahkan awal kehidupannya di Makassar. Saat umurnya baru 9 tahun. Pada umur sekecil itu Eka ikut kapal. Dari daerah Hokkian. Mengarungi lautan bebas. Menyusul ayahnya. Yang sudah lebih dulu ke Makassar. Sang ayah waktu itu sudah punya rumah. Meski dindingnya terbuat dari bambu (gedhek). Dan atapnya dari rumput. Mungkin maksudnya: daun rumbia. Sang ayah sudah punya usaha kecil-kecilan. Toko sederhana. Eka tidak ingin sekolah dulu. Ingin membantu ayahnya. Yang ia pilih adalah: menjajakan barang mirip yang ada di toko ayahnya. Ke kampung-kampung. Ia tidak mau hanya ikut menjaga toko. Tapi memilih 'jemput bola' ke rumah konsumen. Masih kecil. Hanya bisa bicara Hokkian. Tapi sudah punya cara dagang yang berbeda. Ketika umurnya 12 tahun ayahnya minta Eka sekolah. Di sekolah Tionghoa Makassar. Ketika ditest kemampuannya masih terbatas. Tertinggal dari umurnya. Eka harus memulai dari kelas satu. Eka tidak mau. Ia ingin langsung kelas tiga. Ia sangat malu. Kalau harus satu kelas dengan anak umur 7 tahun. "Saya terus pegangi kaki kepala sekolah. Saya sembah. Saya ciumi kaki itu," ujar Eka.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan