Pulihkan Trauma Anak Lewat Terapi Mewarnai

Pada kasus trauma, anak-anak seringkali sangat sulit untuk menceritakan rincian pengalaman traumatiknya. Ketika bercerita, anak akan menjadi mengingat kembali pengalamannya, dan merasakan seolah pengalaman itu terulang kembali. Penghindaran atau rasa ingin cepat-cepat kabur dari sesi terapi sering terjadi karena ketidaksanggupan seseorang mengendalikan dirinya.
Rasa ngeri, takut, cemas bercampur aduk sehingga menghambat proses terapi. Saat terapi dengan media seni mewarnai sedang berlangsung, seseorang diminta untuk menuangkan pikiran, ingatan, emosi, dan apapun yang sedang dirasakannya ke dalam sebuah terapi seni mewarnai (umumnya melibatkan perlengkapan seperti kertas sebagai alas, cat, pensil warna, krayon sebagai alat gambar).
"Trauma anak dapat dilihat ketika ia menyikapi perbedaan. Anak butuh keberanian, nah mewarnai menjadi suatu hal yang bisa memunculkan keberanian anak mereka bisa memiliki perspektif," jelas Agus.
Mewarnai, kata Agus menjadi ruang bagi anak untuk bisa mengeksplor potensinya dan bebas mengeluarkan pendapat. Dengan mewarnai, kita bisa mengetahui kepribadian anak-anak.
"Kita bisa tau anak itu introver atau gak. Anak introver mempunyai kecendrungan memakai satu warna saat menggambar. Sementara anak yang normal cenderung memakai banyak warna dan mereka akan ngomong mewarnai itu bagus," jelas Agus.
Dalam terapi mewarnai lanjut Agus ada tiga tahap yakni pra mewarnai, mewarnai dan pasca mewarnai. Pada tahap pra mewarnai, pendamping akan menjelaskan bahwa mereka menggambar dan mewarnai untuk bisa bercerita, mereka bebas bercerita lewat gambar dan warna. Usai mewarnai, anak-anak diajak untuk menceritakan tentang gambar mereka.