FAJAR.CO,ID, MAKASSAR - Jusuf Kalla (JK) adaah salah satu putra terbaik yang dimiliki Sulawesi Selatan. JK kini menjalani masa akhir jabatanya sebagai wakil presiden mendampingi Joko Widodo. Setelah mengakhiri masa jabatanya lantas siapa "the next JK" dari Sulsel.
Hal tersebut menjadi fokus dalam forum diskusi tematik, dengan tema "Siapa Setelah JK?" dengan menghadirkan Direktur Eksekutif Jenggala Center, Syamsuddin Rajab, Akademisi Unhas Dr Aswar Hasan, dan Dosen Kominikasi UIN Alauddin, Firdaus Muhammad, di Kopitiam Hai Hong, Sabtu 30 Maret.
Dr Aswar Hasan menjelaskan, jika JK adalah figur yang sangat hangat dalam berkawan, menjaga harmoni dalam kondisi apapun, dah biasanya hal tersebut hilang saat seseorang terjun kedalam dunia politik.
"Tidak mudah menjawab pertanyaan siapa setelah JK. Lahirnya sebuah tokoh tentu butuh proses panjang dan penuh dinamika. Nah siapa yang bisa mendekati sosok bayangan JK itu tidak mudah," kata Aswar Hasan.
Pakar politik Unhas itu menilai, tokoh yang mendekati JK, paling tidak harus memiliki tiga kriteria, yakni kekuatan pengarus yang terkait dengan kepentingan masyarakat dan negara.
"Kematangan politik dan yang terakhir adalah memiliki keterlibatan pada setiap perubahan, seperti saat dari orde baru menuju demokrasi," ungkapnya.
Sementara itu, Firdaus Muhammad menyampaikan saat ini tidak sedikit tokoh Sulsel yang kini berkiprah di kancah nasional. Jika melihat latar belakangnya mereka juga memuli proses dari nol, ditempa dilingkungan ampus maun organisasi lainya.
Akan tetapi dirinya menilai, jika untuk menyamai JK sampai saat ini belum ada, bahkan dari Sulawesi Selatan. " Kita belum bisa menemukan, setidaknya siapa yang bisa menyamai. Sebelumnya yang kita harapkan itu SYL, akan tetapi SYL juga belum bisa merawat ketokohanya,' pungkasnya.
Diakhir diskusi, Direktur Eksekutif Jenggala Center, Syamsuddin Rajab menilai, jika sangat miris jika berbicara ketokohan saat ini di Sulsel. Dia mengungkapkan jika di Sulsel sebanranya ada yang pantas untuk menjadi tokoh, akan tetapi tidak bisa mengakselerasikan dirinya, sehingga hilang dari jagat perpolitikan.
"Kedua, ada tokoh yang kajili-jili. Ketika ketika kebiasaan di genggam dahsyat, banyak mengeluarkan kebijakan yang bagus tapi gagal majemen idividual. Misalnya, masa dua periode gubernur akhirnya hanya jadi komandan apel," ungkap Syamsuddin.
Dia juga mencontohkan sosok Abraham Samad, yang sebelumnya menjadi figur yang diandalkan masyarakat Sulsel, akan tetapi juga gagal. Abraham dinilai tidak mampu membaca peta dimana dirinya berda dan apa yang dialakukan.
"Kadang tidak tahu medan pertempuran. Jangan membawa gaya main futsal ke lapangan sepak bola yang besar, apalagi di dalamnya ada macan, dan singa yang bisa menerkam," ungkapnya. (bay)