Menjenguk Bu Ani

Donor untuk sumsumnya sendiri sudah tersedia. Setelah dicari ke seluruh dunia ternyata yang paling cocok adalah adiknya sendiri: Jenderal (Purn) Eddy Pramono.
"Dari delapan parameter kecocokan semuanya cocok," ujar beliau. "Alhamdulillahhhh...," celetuk istri saya agak keras. Sambil setengah menangis terharu.
Disyaratkan pula kondisi kesehatan pendonor juga harus prima. Tidak boleh mengandung suatu penyakit.
"Setelah diperiksa, Pak Eddy sehat sekali. Sehat semua," kata beliau.
Beliau menceritakan, kondisi Bu Ani dalam semangat tinggi untuk sembuh. "Biar bisa seperti Pak Dahlan ini," ujar beliau. "Kesembuhan Pak Dahlan dan kedatangannya ini bisa menjadi pendorong yang besar," tambah beliau.
Saya jadi ingat. Empat hari setelah saya menjalani transplantasi hati pada 2006 lalu, Pak SBY menelepon saya. Waktu itu Pak SBY lagi di Surabaya. Berbicara di depan forum redaktur koran yang saya pimpin.
Saat itulah pembicaraan telpon dengan beliau diproyeksikan ke layar lebar. Di depan forum. Di rumah sakit, saya juga bisa melihat beliau sedang bersama redaktur kami.
Tentu, kata beliau, sesekali Bu Ani juga down. Melihat naik turunnya kondisi kesehatan. Namun secara umum semangat beliau sangat tinggi.
"Kini giliran saya untuk terus membangkitkan semangat beliau," ujar Pak SBY. "Setelah Bu Ani 43 tahun selalu mendampingi saya kini giliran saya mendampingi Bu Ani" kata pak SBY.
Beliau bercerita tidurnya pun di ruang Bu Ani. Pun tempat tidurnya adalah ranjang rumah sakit. Di sebelah tempat tidur Bu Ani.