Partai Golkar Hanya Menjadi Penonton di Pilpres 2019

  • Bagikan
FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Partai Golkar nampaknya sedang kehilangan arah di Pemilu 2019, setelah memutuskan untuk menjadi pollower PDI Perjuangan di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, dengan mendukung Capres Joko Widodo yang notabenenya adalah kader PDI Perjuangan. Padahal, Partai Golkar merupakan salah satu partai tua di bangsa ini, dan tercatat sebagai partai dengan keahlian mengelola isu baik dalam organisasi parati maupun di luar partai. Merespon kondisi ini, anak-anak muda Golkar yang mengatasnamakan diri Garda Panca Bhakti menyelenggarakan Sharing discussion dengan tema 'Quo Vadis Panca Bhakti? Arah Politik Partai Golkar Pasca Pilpres 2019', yang berlangsung di Bumbu Desa Cikini jumat kemarin. Dalam diskusi itu, Syamsul rizal selaku pemateri mengaku prihatin dengan kondisi Partai Golkar saat ini. Bahkan, dirinya mengakui kepengurusan Partai Golkar saat ini terlihat menjadi penjilat kekuasaan, hingga marwah partai yang pernah berkuasa 32 tahun ini hilang. “Dimasa Ketua Umum Golkar Setya Novanto, Golkar mulai menari diatas gendering kekuasaan. Hari ini Golkar bukan lagi menari melainkan menjilat kekuasaan, sehingga kami memandang Golkar kehilangan marwahnya, dan Golkar tidak lagi mejadi penentu arah politik nasional," kata Rizal dalam paparannya. Selain Rizal, pemateri lainnya Mirwan B Vauly menuturkan, eks partai penguasa ini kini menjadi penonton di pesta demokrasi lima tahunan, dan terkesan tidak mampu bersaing dengan PDI Perjuangan dan Partai Gerindra. “Golkar hanya menjadi penonton, watching the movies ditengah panggung politik yang paling menarik 5 tahunan, yang manggung hanya PDIP dan Gerindra dan mendapat keuntngan electoral,” ucapnya. Hal serupa juga disampaikan Haris Rusli Moti yang merujuk kepada sejarah bedirinya Partai Golkar. Dirinya menganggap Partai Golkar haru, kembali kepada nilai dasar berdirinya partai. "Golkar dianggap partai yang mampu mengatasi dan bertransformasi dalam setiap dinamika politik yang terjadi," jelasnya. Golkar adalah Indonesia mini yang berisikan beragam kelompok dari kelompok agama, militer, nasionalis, sosialis dan murba kecuali komunisme karena kelahiran Golkar emang antitesa terhadap komunisme. Sementra itu, Khalid Zabidi berharap Partai Golkar bisa berperan besar pada situasi politik bangsa yang sedang dilanda pengkutuban ideology, dan politik identitas sesama anak bangsa. "Golkar harus bisa menjadi penengah dan penyeimbang dengan nilai-nilai ideology Golkar yang berangkat dari Pancasila. Sehingga suhu politik yang makin panas ini bisa cepat mereda dan adem kembali," harapnya. Para pembicara sepakat pada satu hal, yakni Partai Golkar mampu memberikan jalan keluar bagi situasi politik nasional, yang dianggap telah salah arah atau menyimpang dari nilai-nilai Pancasila. Diketahui, diskusi ini sempat diwarnai kericuhan ketika segerombolan orang berpakaian kuning mencoba menghentikan acara tersebut, namun akhirnya panitia dapat menghalau mereka keluar ruangan, dan diskusi tetap dilanjutkan. Hingga berita ini diturunkan belum diketahui jelas siapa identitas gerombolan yang mencoba menghentikan diskusi. (RGR/Fajar)
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan