EVM via Novelis

Namun, siapa percaya?
Kan manusia penuh curiga?
Bukankah ayat husnuzan tidak berlaku di setiap pemilu?
Tidak masalah. Akan dijawab dengan bukti.
Maka uji coba yang lain pun dilakukan. Di beberapa distrik. Saat pilkada.
Carannya: mesin itu dilengkapi printer. Untuk mencetak semacam 'kuitansi'. Setiap pemilih diharuskan mencetak pilihannya.
Print-out itu dilihat oleh si pemilih. Cocok atau tidak. Dengan tombol yang dipencetnya tadi.
Berulang kali uji coba jenis ini dilakukan. Hasilnya memuaskan.
Setiap pemilu selalu dilakukan uji coba. Untuk menjawab seluruh keraguan para politisi.
Enaknya uji coba itu bisa dilakukan sering kali. Di banyak daerah.
Di India begitu banyak pemilu. Atau pileg. Ada pileg lima tahunan. Ada pileg sela. Kalau ada anggota DPR atau DPRD yang mati harus ada pileg di distriknya. Untuk menggantikannya.
Uji coba itu dilakukan lebih dari 100 kali. Di begitu banyak daerah. Hasilnya selalu memuaskan. Mengapa?
Karena: justru programnya simpel. Hanya untuk pemilu. Tidak bisa digunakan lainnya. Tidak seperti komputer pada umumnya. Yang bisa diapakan saja.
Setelah dipercaya, diproseslah legalitasnya. Lewat pengadilan tinggi. Di setiap negara bagian. Ada yang cepat menyetujuinya. Ada yang bertahun-tahun.
Penggunaan Electronic Voting Machine (EVM) ini akhirnya meluas. Semua pengadilan tinggi akhirnya menyetujuinya.
Barulah Mahkamah Agung membuat putusan: boleh dilakukan secara nasional. Di Pemilu tahun 2019 ini. Yang waktu pencoblosannya 36 hari. Mulai 28 April lalu. Baru akan berakhir 19 Mei yang akan datang.