Pendidikan Sulsel dalam Catatan Statistik

Oleh : Wuri Wahyuni (ASN BPS Provinsi Sulsel)
“Pendidikan adalah senjata paling ampuh mengubah dunia” (Nelson mandela)
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah pendidikan. Manusia membutuhkan asupan bagi akal dan pikirannya sebagai bekal untuk hidup secara beradab. Negara menjamin hak pendidikan bagi setiap warga negaranya, hak tersebut tertuang dalam UUD 1945. Penjabarannya, pemerintah sebagai pihak penyelenggara pendidikan di suatu wilayah mengusahakan segala yang terkait dengan pendidikan, dari sisi penyelenggara, maupun sarana dan prasarana.
Kuantitas dan kualitas pendidikan
Paradigma pendidikan yang nyata saat ini adalah kuantitas akan menunjang kualitas. Data pokok pendidikan dasar dan menengah Kemdikbud mencatat perkembangan jumlah sekolah yang terus tumbuh sekitar 0,7 persen dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Berbanding terbalik dengan jumlah pengajar dan murid. Secara umum, jumlah tenaga pendidik mengalami perlambatan sekitar 2 persen, sementara peserta didik juga mengalami perlambatan sekitar 1,7 persen dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.
Perlambatan kuantitas guru dan murid tidak serta merta memengaruhi kualitas. Perlu dilihat kecukupan rasio murid dan guru. Standar UNESCO menetapkan perbandingan 26:1 terhadap rasio murid dan guru. Semakin tinggi nilai rasio semakin berkurang tingkat pengawasan dan perhatian guru. Secara total rasio murid dan guru sekitar 14:1, rasio yang cukup positif, menandakan kecukupan kebutuhan guru secara kuantitas. Yang perlu menjadi perhatian adalah persebaran rasio serta bagaimana kuantitas guru berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pendidikan di Sulsel.
Pencanangan program wajib belajar dan pendidikan gratis merupakan salah satu upaya pemerintah yang cukup signifikan memengaruhi kuantitas dan kualitas pendidikan. Tingkat partisipasi sekolah yang diwakili oleh Angka Partisipasi Sekolah (APS) menunjukkan hasil positif. Tahun 2018, tercatat APS untuk penduduk usia SD dan SLTP cukup menggembirakan dengan nilai diatas 95 persen, meskipun untuk jenjang SMA/SMK hanya sekitar 71 persen. Kesenjangan ini bisa terjadi mengingat program wajib belajar baru dirilis tahun 2013.
Pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan jenjang SMA/SMK, serta tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan menengah masih terus diupayakan. Ukuran capaian kualitas pendidikan berikutnya dapat dilihat dari kemampuan Rata-rata lama sekolah (RLS), yang didefinisikan sebagai rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk dalam menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani (Inkesra BPS, 2018). Tahun 2018, RLS Sulsel sebesar 8,02tahun, yang berarti secara rata-rata, penduduk di Sulsel baru mampu menempuh pendidikan hingga kelas 2 SMP.Secara Nasional, angka RLS Sulsel berada di peringkat 22 dari 35 provinsi di Indonesia.
Fenomena ini perlu menjadi perhatian mengingat indikator RLS merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan manusia dari aspek pendidikan. Senada dengan hal tersebut, Survei Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilakukan BPS mencatat hanya sekitar 35 persen penduduk Sulsel diatas 15 tahun yang mempunyai ijazah tertinggi pada jenjang SMA, Diploma, dan Sarjana. Sementara sebagian besar sisanya berstatus tamatan SD, SMP dan tidak mempunyai ijazah. Meskipun demikian, perkembangan data pendidikan masih menunjukan arah perkembangan yang positif. Indikasinya, terjadi pergeseran persentase lulusan antar jenjang.
Menurunnya persentase penduduk yang tidak lulus SD, mengisyaratkan berkurangnya anak putus sekolah di tingkat SD yang berafiliasi dengan meningkatnya persentase lulusan SMP dan jenjang-jenjang selanjutnya.
Tak hanya itu, persentase kemampuan baca tulis penduduk Sulsel juga telah mencapai lebih dari 90 persen.
Yang perlu menjadi perhatian adalah pola sebaran antar wilayah. Daerah yang menjadi konsentrasi pembangunan (perkotaan), tentu mempunyai angka yang jauh lebih positif dibanding daerah lainnya. Bagaimana akselerasi juga dapat terjadi secara merata di wilayah Sulsel, menjadi pekerjaan rumah bersama. Tak luput pula masalah gender, dengan rasio jenis kelamin sebesar 95,66 persen, menunjukkan dominasi jumlah penduduk perempuan di Sulsel.
Namun, capaian kualitas pendidikan masih belum merata antara laki-laki dan perempuan. Berikutnya adalah kemampuan kompetensi dalam skala nasional. Salah satu indikasinya adalah kehadiran sekolah favorit dan unggulan, perlu kajian dan evaluasi, agar sekolah unggulan yang hadir di Sulsel mampu menjadi sekolah unggulan dalam kancah Nasional.
Proses pendidikan tak akan pernah berhenti, dengan data, perencanaan yang baik, kerja keras dan kerja sama semua pihak, pendidikan Sulsel yang berkualitas menjadi suatu keniscayaan. (*)