Langkah ini dapat pula meningkatkan ekspor sehingga mampu menekan defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan Indonesia. "Massifnya pembangunan infrastruktur beberapa tahun terakhir, perbaikan reformasi birokrasi yang terus dilaksanakan, serta upaya menekan korupsi dari tingkat pusat maupun daerah merupakan tiga faktor utama pendorong kemajuan bisnis dan industri di Indonesia," jelas Izzudin.
"Idealnya, industri manufaktur dalam waktu lima tahun mendatang dapat meningkat karena ketiga faktor tersebut perlahan-lahan terus dibenahi," kata Izzudin menambahkan. Di samping itu, diiringi dengan political will dari pemerintah untuk mendorong industri manufaktur melalui pemberian insentif kebijakan yang mendukung industri dalam negeri, Izzudin optimistis perekonomian Indonesia di masa yang akan datang tidak lagi mengalami gonjang-ganjing karena faktor-faktor eksternal. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri pengolahan masih memberikan kontribusi terbesar kepada struktur produk domestik bruto (PDB) nasional hingga 20,07 persen pada triwulan I tahun 2019. Jumlah tersebut naik dibanding capaian sepanjang tahun 2018 sebesar 19,86 persen. Merujuk data World Bank, rata-rata kontribuisi sektor manufaktur terhadap perekonomian di negara-negara industri di dunia rata-rata sekitar 17 persen. Namun, lima negara yang industrinya mampu menyumbang di atas rata-rata, salah satunya adalah Indonesia, dengan mencapai 20,2 persen. Sedangkan 4 negara lainnya adalah China (28,8%), Korea Selatan (27%), Jepang (21%), dan Jerman (20,6%).