Kreasi Hamzah

  • Bagikan
Oleh Dahlan Iskan
FAJAR.CO.ID--Pasti bisa. Itulah jawaban Hamzah. Anak muda dari Lawang, Malang. Lulusan teknik mesin Universitas Brawijaya. "Pasti bisa," katanya menjawab pertanyaan saya: apakah ia bisa bikin pabrik tepung porang. "Dibanding pabrik carrageenan, itu jauh lebih mudah," ujar Hamzah. Yang dulu sering saya ajak diskusi. Agar kita bisa mengolah rumput laut. Menjadi tepung karagenan. Yang kita impor besar-besaran. Proses membuat tepung porang, katanya, tidak perlu fisika maupun kimia. Cukup mekanika. Untuk memisahkan unsur oksalat dengan glukomanan. "Oksalat itu lebih ringan. Glukomanan lebih berat," katanya. Hamzah bisa membuat mesinnya. Penanaman porang kini sudah meluas. Sampai Ponorogo. Bahkan sudah pula sampai Jember. Dan Wakil Bupati Sumbawa Besar sudah pula siap-siap. Membawa bibit porang ke NTB. Kelak saya akan menemui seorang guru besar di Universitas Brawijaya. Yang paling ahli porang. Julukannya Prof Porang. Pabrik tepung porang pertama  adalah milik Jepang. Yang di Pasuruan itu. Belakangan sudah muncul pabrik baru. Milik pengusaha dalam negeri, tetapi mesinnya impor. Harga porang di tingkat petani sekarang ini sekitar Rp 7.500/kg. Dalam bentuk umbi bersih. Tiba di pabrik umbi itu dicuci dengan mesin. Sisa-sisa tanahnya harus tidak ada lagi. Lalu dihancurkan. Diperah. Perahan porang itu dicampur air yang banyak. Dialirkan melingkar-lingkar. Agar unsur oksalat yang ringan terpisah dari glukomanan yang berat. Glukomanan yang mengental itulah yang jadi tepung. Disebut tepung konyaku.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan