Puasa dan Kuasa

Esensi puasa ramadan mengajarkan bahwa jika manusia mampu menahan dan mengendalikan diri dari perkara yang halal apalagi perkara yang diharamkan. Manifestasi puasa pada akhirnya melahirkan manusia bertakwa yakni manusia yang menjadi penebar kebaikan dan mencegah kemungkaran. Puasa pada hakikatnya akan menghilangkan sikap hewani yang biasa melekat dalam diri manusia, seperti syahwat kuasa yang menghalalkan segala cara. Maka sangat disayangkan jika ada yang berpuasa namun masih juga melakukan kejahatan, kezaliman, dan semacamnya.
Kuasa dalam pandangan Islam
Seperti halnya ketenaran dan kekayaan, kekuasaan itu juga adalah ujian. Jadi jangan pernah bangga jika mendapatkannya. Namanya ujian ada yang sukses melaluinya namun banyak pula yang gagal karenanya.
Abu Bakar As Siddiq, Umar bin Khattab, Umar bin Abdul Aziz adalah sederet nama pemimpin yang telah mencatatkan namanya dalam ukiran tinta emas sejarah.
Sementara itu Firaun, Namrud, Abu Jahal, dan masih banyak lagi yang lainnya adalah antitesis yang pertama. Kalaulah kekuasaan adalah sumber kebanggaan tentulah kebesaran kuasa Firaun dan pemimpin sejenisnya tak akan tercatat dalam catatan kelam nan buram perjalanan hidup peradaban manusia.
Belajarlah dari Abu Bakar As Siddiq yang begitu takut ketika diberi amanah kuasa sebagai Khalifah pengganti Rasulullah saw. Belajarlah kerendahan hati Umar bin Khattab yang siap diluruskan, bahkan dengan menggunakan pedang sekalipun.
Dengan sikap seperti inilah membuat Abu Bakar, Umar dan lainnya menjadi amanah dalam memimpin sehingga mampu menciptakan kesejahteraan bagi rakyat dipimpinnya. Mereka tidak pernah menjadikan kepemimpinan sebagai jabatan yang diperebutkan. Tak terbesik selintas dalam benak bahwa kuasa adalah kebanggaan. Sehingga ada prestise jika memilikinya, hatta dengan cara yang tidak benar sekalipun.