Mengembalikan Sulsel sebagai Lumbung Sapi Potong

Oleh: Herry Sonjaya (Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin)
Sulawesi Selatan di era tahun 1970-an pernah mengekspor ternak hidup ke negara tetangga seperti ke Malaysia, Singapura, dan Hongkong. Namun, era berjaya Sulawesi Selatan sebagai lumbung ternak sapi potong semakin menurun drastis.
Pada era 1970-an populasi sapi Sulawesi Selatan (Sulsel) didukung oleh luas areal pengembalaan yang luas dan limbah pertanian cukup berlimpah, dan kebutuhan akan daging dalam negeri masih terbatas. Di era selanjutnya, daya dukung wilayah semakin menurun yang disebabkan padang penggembalaan banyak dibuat perumahan dan perkebunan, limbah pertanian semakin menyusut akibat areal persawahan menurun.
Di era tahun 2002-2006, populasi sapi di Sulawesi Selatan terjadi penurunan sapi potong sebanyak -2,63 persen per tahun, hal ini diduga penyebabnya adalah: (1). Tidak seimbang antara produksi dan permintaaan daging, (2). Tingginya angka pemotongan ternak betina produktif, (3) Rendahnya angka kelahiran ternak,(4). Tingkat pengeluaran ternak sapi dan kerbau untuk perdagangan antar pulau tidak terkontrol, terutama yang dilakukan pedagang antar pulau ilegal, dan (5) Tidak adanya pembibitan terprogram.
Industri Peternakan Sapi Potong di Sulsel juga tidak berkembang akibat perubahan status dari peternakan sapi potong menjadi perkebunan kelapa sawit dan singkong, contoh Ranch PT BMT di daerah Siwa-Maiwa, PT BULI semakin hilang eksitensinya karena ada penyerobotan tanah. Pada era 2010-an pemerintah lebih mementingkan impor sapi daging dari Australia karena harga sapi asal Australia ini lebih murah daripada sapi lokal.