Petugas Lapas, Manusia yang Harus Super

Menurut Evie, bahkan dalam kondisi yang bagi warga masyarakat di luar Lapas ‘enak’ pun---hidup dalam Lapas adalah derita tersendiri yang tersembunyi dan hanya bisa dirasakan para napi. Bayangkan, kata Evie, para WBP itu hidup sekamar dengan WBP lainnya yang belum tentu memiliki tenggang rasa bermasyarakat yang sama.
Lebih sering, mereka justru orang-orang yang memiliki ketidakpedulian tingkat tinggi. Belum lagi beragam penyakit yang dibawa atau tumbuh di dalam penjara, semisal HIV, TBC, depresi, kecenderungan homoseks dan sebagainya.
“Sementara petugas yang terbatas itu dituntut sangat tinggi. Selain bisa menjaga keadaan tetap aman dan kondusif, petugas Lapas pun harus serba bisa, terutama mampu memahami kondisi warga binaan sehingga dapat dengan cepat mendeteksi situasi yang akan muncul dan mengatasinya,” jelasnya.
Yang paling menantang, kata petugas Putu Aryuni Damayanti, petugas harus mampu menciptakan kondisi yang membuat para warga binaan merasa tenang dalam menjalani pidana. “Sementara dalam kondisi kurangnya personel, tak sedikit WBP yang memang sengaja ‘ngeyel’ dan memancing-mancing,” ungkap Putu.
Evie punya contoh menarik soal itu. Ia pernah bersama petugas lain melakukan tes urine terhadap beberapa orang WBP yang diduga masih menggunakan narkoba dalam Lapas. Banyak yang dilakukan untuk mengelabui petugas, kata Evie. Mulai dari berkilah sedang tak ingin kencing, tidak bisa kencing, menolak didampingi petugas saat masuk ke kamar mandi, bahkan mencoba mencampur air kencingnya dengan air.