Pencopotan Pejabat dari Jabatan

  • Bagikan
Oleh: Edi Abdullah (Widyaiswara Muda/Pengamat Hukum Kepegawaian dan Administrasi Pemerintahan P3KMP Lembaga Administrasi Negara RI)  Pemberintaan media terkait dengan pencopotan Lutfie Nasir dari jabatannya sebagai Kepala Inspektorat Provinsi Sulsel tentunya menuai perhatian publik. Istilah pencopotan sebenarnya tidak dikenal dalam peraturan kepegawaian. Justru istilah yang dikenal adalah pemberhentian dan mutasi dari jabatan, di dalam PP Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manejeman ASN. Dalam PP tersebut hanya mengenal istilah PNS diberhentikan namun tidak menggunakan istilah pencopotan. Pemberhentian seorang pejabat Eselon II atau pejabat JPT Pratama memang merupakan kewenangan dari Gubernur sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian di tingkat provinsi Sulsel. Tidakan Gubernur untuk memberhentikan bawahannya pada jabatan pimpinan tinggi pratama adalah tindakan yang sudah tepat. Oleh karena itu, tidak perlu menjadi polemik karena berdasarkan PP nomor 11 tahun 2017 tentang manajeman PNS, pada pasal 144 dijelaskan bahwa PNS diberhentikan dari JPT apabila: a. Mengundurkan diri dari jabatan; b. Diberhentikan sebagai PNS; c. Diberhentikan sementara sebagai PNS; d. Menjalani cuti di luar tanggungan Negara; e. Menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan; f. Ditugaskan secara penuh di luar JPT; g. Terjadi penataan organisasi; h. Tidak memenuhi syarat jabatan. Jadi pemberhentian seorang JPT dapat dilakukan Gubernur. Itu jika salah satu alasannya adalah pejabat yang bersangkutan tidak lagi memenuhi syarat jabatan, termasuk jika kemudian JPT yang bersangkutan setelah dievaluasi kinerjanya oleh tim penilai evaluasi kinerja mengalami penurunan kinerja selama satu tahun. Kemudian sesudah satu tahun dievaluasi dan apabila tidak mengalami peningkatan kinerja, maka dapat diberikan kesempatan selama 6 bulan dan sesudah itu pemberhentian dari jabatan dapat diberikan PPK.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan