Mencegah Rawan Pangan di Lumbung Pangan

  • Bagikan
Oleh: Lin Purwati (Magister Agribisnis Universitas Udayana) Sejak tahun 2018 BPS telah menerapkan penggunaan Kerangka Sampel Area (KSA) untuk mengumpulkan data statistik tanaman pangan. Kegiatan yang merupakan hasil kerjasama antara BPS dan BPPT ini merupakan bagian dari revolusi metodologi pengumpulan data pangan yang memanfaatkan teknologi berbasis android sehingga data pertanian yang dikumpulkan akan lebih akurat dan tepat waktu. KSA telah diujicobakan sejak tahun 2015 dan diterapkan secara nasional pada tahun 2018. Berdasarkan hasil KSA, tercatat luas panen padi di Indonesia periode Januari-September 2018 seluas 9,54 juta hektar. Dengan memperhitungkan potensi panen sampai Desember 2018 maka total luas panen padi Indonesia di tahun 2018 mencapai 10,90 juta hektar. Luasan panen tersebut produksi padi Indonesia selama tahun 2018 mencapai 56,54 juta ton GKG yang setara dengan 32,42 juta ton beras. Sementara itu kebutuhan konsumsi penduduk selama tahun 2018 mencapai 29,57 juta ton beras. Dengan demikian surplus produksi beras Indonesia pada tahun 2018 diperkirakan sebesar 2,85 juta ton. Berdasarkan hasil KSA teridentifikasi 4 provinsi yang merupakan lumbung padi nasional yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Total luas panen ke empat provinsi tersebut mencapai 58,29 persen dari total luas panen nasional dengan total produksi beras yang dihasilkan mencapai 62,73 persen dari total produksi beras nasional. Untuk mendukung pencapaian tujuan kedua SDG’s terkait zero hunger, pembangunan di sektor pertanian diarahkan untuk mendorong upaya untuk membangun ketahanan pangan di masing-masing wilayah di seluruh Indonesia. Terkait dengan hal tersebut, Badan Ketahanan Pangan telah merilis indeks ketahanan pangan (IKP) sebagai indikator untuk mengukur kondisi ketahanan pangan suatu wilayah. Indikator ini dihitung untuk masing-masing kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Yang mencengangkan berdasarkan IKP tahun 2018, tiga kabupaten dengan nilai IKP tertinggi di Indonesia adalah Tabanan, Gianyar, dan Badung. Sementara itu tiga kota dengan nilai IKP tertinggi adalah Kota Denpasar, Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat. Ada 4 wilayah di Provinsi Bali dengan nilai IKP tertinggi secara nasional meski Provinsi Bali sejatinya bukan merupakan wilayah lumbung padi nasional karena luas panen padi Provinsi Bali hanya 0,99 persen dari total luas panen nasional dengan produksi beras hanya 1,11 persen dari total produksi beras nasional. Nyatanya untuk mendorong suatu wilayah menuju kondisi ketahanan pangan memerlukan upaya yang lebih komprehensif selain menciptakan lahan sawah baru dan menggenjot produksi dengan beraneka jenis varian bibit dan pupuk serta dukungan perbaikan sistem irigasi. Selain rasio konsumsi pangan terhadap ketersediaan bahan pangan, ketahanan pangan suatu wilayah ternyata juga dipengaruhi oleh prevalensi balita stunting dan persentase penduduk miskin. Sulawesi Selatan merupakan salah satu lumbung pangan nasional dengan total luas panen mencapai 10,52 persen dari total luas panen nasional dan produksi beras mencapai 10,06 persen dari total produksi beras nasional merupakan provinsi dengan dengan surplus produksi beras tertinggi secara nasional pada tahun 2018. Berdasarkan hasil Pantauan Status Gizi (PSG) 2017 prevalensi balita stunting pada tahun 2017 sebesar 34,8 persen atau menduduki peringkat delapan terbesar secara nasional dan tingkat kemiskinan pada semester II 2018 sebesar 8,87 persen yang merupakan provinsi ke 18 dengan tingkat kemiskinan tertinggi secara nasional. Meskipun berdasarkan hasil IKP 2018 seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Selatan tidak termasuk ke dalam wilayah rawan pangan bahkan 15 kabupaten dan 2 kota di Sulawesi Selatan memiliki IKP pada kelompok tertinggi, namun Kabupaten Selayar, Pangkep, Enrekang, Tator, Jeneponto, Torut dan Kota Palopo perlu mendapat perhatian lebih dalam penanganan pencegahan kerentanan pangan. Perlu dilakukan identifikasi mendalam terhadap faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kerentanan pangan sehingga tidak salah dalam pengambilan kebijakan. Salah satunya untuk menjamin rasio konsumsi terhadap ketersediaan pangan perlu dilakukan upaya peningkatan produksi pangan yang diiringi dengan penganekaragaman konsumsi pangan masyarakat. Di sisi lain juga diperlukan sosialisasi dan penyuluhan tentang gizi dan pola asuh anak untuk menurunkan prevalensi balita stunting. Perluasan lapangan kerja terutama yang bersifat padat karya, pembangunan infrastruktur penunjang serta pemberian bantuan sosial juga dibutuhkan untuk menekan tingkat kemiskinan. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan kerjasama berbagai pihak baik pemerintah, swasta maupun masyarakat dalam melalukan tindakan nyata yang holistik dan komprehensif guna menghindari terjadinya kerawanan pangan di lumbung pangan. (*)
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan