60 Tahun Prof Dr Nasaruddin Umar

  • Bagikan
Oleh M Saleh Mude
Saya bersyukur dapat menghadiri dan menyaksikan Syukuran 60 Tahun Bapak Prof. Dr. M. Nasaruddin Umar, MA, dirangkaikan dengan peluncuran 20 bukunya, Ahad malam, 23 Juni 2019, di Ballroom Hotel Grand Hyatt, Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat. Saya termasuk orang yang membawa pulang  6 judul buku: Islam Nusantara; Teologi Gender; Geliat Islam di Negeri Non-Muslim; Allah Tujuan Kita; Makna Spiritual Haji dan Umrah; dan Pintu-pintu Menuju Kebahagiaan. Acara ini tergolong istimewa karena dihadiri oleh berbagai tokoh dan kalangan, terutama Bapak M. Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI; Prof. Dr. M. Quraish Shihab, ulama besar dan pakar tafsir; Lukmanul Hakim, Menteri Agama RI; Jend Pol. Prof. Dr. Tito Karnavian; Prof. Dr. Jimly Asshiddieqie; Sinta Nuriyah Wahid, istri Alm Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, presiden keempat; Akbar Tanjung; dll. Saya ingin mengutip beberapa isi sambutan Prof. Nasar dan M. Jusuf Kalla. Pak Quraish Shihab ini adalah betul-betul guru dan orang tua saya. “Beliau lah yang memungut saya, mulai di UIN (dulu IAIN) Alauddin Makassar dan membawa saya ke Jakarta,” kata Nasar, hadirin tepuk tangan untuk Prof. Quraish Shihab. Saya ini sudah berumur 60 tahun, tapi masih merasa separuh dari (60) itu, hadirin tertawa dan memberi tepuk tangan. Saya ini berasal dari kampung, jauh dari kota, melewati ibukota kecamatan saja, saya harus melewati sawah, sungai, dan gunung. Saya adalah anak pertama dari 8 bersaudara, selain belajar saya juga harus mencari uang membantu ibu-bapak saya untuk membiayai 7 adik-adik saya, salah satu sumber penghasilan saya adalah rajin menulis ketika masih kuliah di Makassar, kisah Nasar. Tradisi menulis itu, terus saya asah dan jalani hingga hari ini. Saya sering menulis setelah shalat malam (lail), sekitar jam 03.00, di jalan (di dalam mobil atau pesawat terbang) pun saya sering menulis. Tulisan-tulisan itu telah menjadi buku seperti yang ada di tayangan video singkat tadi, lanjut Nasar. Saya masih punya banyak tulisan yang belum terbitkan. Ketika saya menjabat di Kementerian Agama pun, tidak menghalangi saya terus menulis. Ketika itu, saya bahkan setiap hari bisa dapat mengirim 3 tulisan ke 3 koran nasional, belum termasuk ceramah dan wawancara dari 1 masjid atau stasion televisi ke masjid dan televisi atau tempat acara yang lain. “Semuanya saya jalani itu atas dasar nasehat ibu kandung dan 2 guru saya: Prof. Quraish Shihab dan Prof. KH. Ali Yafie, agar saya selalu dekat dengan masyarakat,” kata Nasar. Beberapa tahun terakhir ini, saya lebih banyak menekuni dan mengajarkan ilmu tasawuf atau spiritual Islam. “Saya ingin mempertemukan yang berbeda, menghimpun yang berserakan, dan menyatukan kebersamaan,” pungkas Nasaruddin, Imam Besar Masjid Istiqlal. Sambutan JK Kita bersyukur dapat menghadiri syukuran 60 tahun dan melihat karya-karya Prof. Nasaruddin Umar. “Saya ini, bersama Prof. Quraish Shihab dan Nasaruddin berasal dari Makassar, hadirin tepuk tangan. Saya bahkan sekampung Nasaruddin dari Bone. Saya di Bukaka dan Nasar di Ujung. Kampung Nasar ini, terkenal banyak pedagang atau saudagar, mirip kampung Arab, pakkampilo,” kata JK, disambut tawa hadirin. Saya kadang bertanya, ini Nasar, kapan istirahatnya? Saya beberapa kali bertemu di berbagai bentuk acara, Nasar hadir membaca doa dan memberikan tausiyah, dll,” kata JK. Saya berterima kasih kepada Pak Quraish dan Nasar. Keduanya berada di wilayah agama, dakwah dan banyak menulis buku-buku Islam keindonesiaan, yang kita butuhkan, lanjut JK. Lanjut JK, “Kita tentu berharap kepada Pak Quraish,Pak Jimly dan Nasar agar terus menulis, menghadirkan buku-buku bacaan yang baik, sesuai dengan kebutuhan masyarakat kita, konteks Islam keindonesiaan, bukan buku-buku terjemahan. Jika Pak Quraish sudah menulis Tafsir Al-Misbah, kita tunggu Tafsir An-Nasar karya Pak Nasar,” hadirin kembali tertawa dan tepuk tangan. “Pak Nasar ini selalu menghadirkan paham Islam moderat dan terbuka atau moderasi beragama. Ini bagus dan dapat mengurangi masalah-masalah yang sering dihadapi oleh pihak kepolisian. Jika Pak Nasar rajin menulis dan berceramah tentang Islam moderat, pekerjaan Pal Tito dkk menjadi enteng, hadirin kembali tertawa,” tutup JK. Sebelum Pak JK turun panggung, Protokol meminta beliau menandatangani sampul buku Nasaruddin Umar di bingkai besar, lalu menerima satu set buku, dan berfoto bersama Pak Nasar sekeluarga, istri dan 3 anaknya. Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA, lahir di desa Ujung, kecamatan Dua Boccoe, Bone, Sulawesi Selatan, 23 Juni 1959. Kemarin berulang tahun ke-60. Selamat berulang tahun Prof. Nasar. Teruslah berkarya. (*)
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan