Narkoba, Sebuah Ancaman Global

  • Bagikan
Oleh: Andi Muhammad Arif (Alumni Pascasarjana Spesialis-1 STKS Bandung) Salah satu patologi sosial yang ramai di wacanakan publik dalam beberapa tahun terakhir ini yaitu penyalahgunaan narkoba. Fenomena sosial ini boleh di kata melibatkan hampir seluruh komponen masyarakat mulai strata paling rendah sampai pada pejabat publik. Adapun menurut undang undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, zat atau obat yang dimaksud dapat berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis ataupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penggunanya mengalami perubahan atau penurunan kesadaran, sampai kehilangan nyeri serta dapat mengalami ketergantungan berbagai efek samping seperti Halusinasi, ketagihan, dan efek psikologi lainnya. Selain itu, cara penggunaan narkoba pun bisa melalui injeksi, dimakan, dihisap, ataupun dihirup. Kita perhatikan misalnya zat berbahaya yang dikonsumsi dengan cara dihisap adalah Opium yang menggunakan pipa hisapan. Menurut data prevalensi tahun 2019 oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), jumlah pengguna Narkoba di Indonesia menyentuh angka 4 juta orang. Sedangkan jumlah korban sebagai akibat penggunaan barang haram itu telah mengalami peningkatan hingga dua kali dibandingkan tahun sebelumnya. Kemudian sebagian besar korban penggunaan narkoba ini tidak hanya melibatkan kalangan elite tetapi juga menerobos hingga semua elemen masyarakat dan bahkan anak yang berusia antara 14-18 tahun pun rentan menjadi korban narkoba. Sementara itu, kasus Sulawesi Selatan menurut data BNN tahun 2017 terdapat 21.961 orang pengguna narkoba. Ini mengalami peningkatan di bandingkan tahun 2016 yang hanya mencapai angka 15.869 orang. Selain itu, BNN Sulsel juga telah menyiapkan tempat rehabilitasi sampai angka 1.505 dan juga terdapat sekitar 80 kelompok aktivis anti narkoba. Oleh karena itu, apa yang dapat disimak dari para pengguna narkoba yaitu bahwa masalah penyalahgunaan narkoba ini memang menjadi masalah serius di tengah masyarakat. Selanjutnya mengenai pendekatan yang perlu dilakukan mengatasi masalah narkoba bisa dengan cara persuasif, maupun dengan cara lain. Tak hanya itu, media pemasarannya pun telah merekonstruksi jaringan yang begitu canggih dan luas, sehingga antara satu bandar dengan bandar lainnya tak mengenal satu sama lain. Jika dilihat dari sisi dampak negatifnya, bukan Cuma berimplikasi pada keluarga, melainkan juga dapat merusak tatanan sosial. Risikonya bisa memicu munculnya berbagai kejahatan dan kekerasan sosial bagi warga masyarakat. Lebih parah lagi sebab jaringan barang haram ini tidak lagi berada pada level lokal, nasional tapi juga boleh di kata sudah menjadi ancaman global. Oleh sebab itu, begitu kencangnya dan luasnya peredaran narkoba maka tak heran apabila ada sebagian orang yang terkesan begitu mudah mendapatkannya. Walaupun demikian tentu saja para penegak hukum terus bekerja keras dan untuk memerangi penyakit masyarakat tersebut dengan cara memberikan sanksi yang keras dan tegas terhadap siapa saja yang terindikasi menjadi pelaku termasuk bandar barang haram tersebut. Penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah. Mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja dari bandar narkoba yang senang mencari mangsa di daerah sekolah, dan tempat-tempat perkumpulan genk. Tentu saja hal ini bisa membuat para orang tua, ormas, dan pemerintah merasa khawatir akan penyebaran narkoba. Upaya pemberantas narkoba pun sudah sering dilakukan namun bukan berarti barang haram itu tidak bisa sama sekali disentuh oleh berbagai strata sosial masyarakat. Faktanya kalau kita belajar dari beberapa pengalaman sebelumnya ternyata ada juga yang mendapatkan barang itu dari tempat tertentu. Karena itu, seluruh komponen masyarakat sebaiknya ikut secara aktif berpartisipasi dalam mendukung pelarangan penyalahgunaan narkoba ini. Umpamanya saja, dari aspek yuridisnya upaya untuk rehabilitasi bagi para pengguna narkoba bisa dirujuk melalui aturan yang bersifat normatif. Contohnya dalam pasal 54 Undang-Undang Narkotika nomor 35 tahun 2009 mengamanatkan rehabilitasi kepada pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika. Dengan demikian negara wajib menyediakan sumber daya manusia, program rehabilitasi, dan fasilitas rehabilitasi. Sedangkan rehabilitasi sosial ditujukan untuk mengitegrasikan kembali korban penyalahgunaan NAPZA di dalam panti dan selanjutnya kembali ke dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. (*)
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan