Melawan Praktik Pernikahan Anak

  • Bagikan
Laporan: Irvan Roberto (Widyaiswara pada Perwakilan BKKBN Sulsel) Harta yang paling berharga adalah keluarga, Istana yang paling indah adalah keluarga, Puisi yang paling bermakna adalah keluarga, Mutiara tiada tara adalah keluarga Mungkin sebagian dari kita pernah mendengar atau bahkan tahu penggalan syair lagu di atas. Lagu yang dipopulerkan oleh Novia Kolopaking pada era 90-an, yang secara nyata mau menyampaikan bahwa keluarga merupakan harta yang paling berharga. Begitu pentingnya keluarga dalam kemajuan bangsa dan negara, sehingga setiap tanggal 29 juni bangsa ini memperingati Hari Keluarga Nasional atau disingkat Harganas. Dalam sejarahnya, Hari Keluarga Nasional di negeri ini untuk pertama kalinya diperingati pada tahun 1993 di Provinsi Lampung. Sedangkan pada tahun ini, peringatan Harganas ke XXVI akan dilaksanakan di kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan dengan mengusung tema “Hari Keluarga, Hari Kita Semua”dan slogan “Cinta Keluarga, Cinta Terencana”. Hal ini dimaksudkan untuk mengingatkan kembali seluruh masyarakat Indonesia akan pentingnya keluarga sebagai sumber kekuatan untuk membangun bangsa dan negara. Harganas merupakan upaya pemerintah dalam mengembalikan fungsi keluarga sebagai pembentuk karakter anak, karena dari keluargalah akan terlahir generasi penerus yang akan menentukan nasib bangsa ke depan. Pada beberapa negara, peringatan hari keluarga (family day) diperingati dengan cara dan pada waktu yang berbeda. Di Amerika Serikat, istilah family day (hari keluarga) sudah lebih lama dikenal. Pertama kali mereka memperingatinya pada hari minggu pertama bulan Agustus tahun 1978. Afrika Selatan mengenal hari keluarga pertama kali pada tahun 1995. Australia untuk kali pertama mendeklarasikan hari keluarga pada selasa minggu pertama bulan November 2007, saat pelaksanaan Melbourne Cup. Sedangkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memproklamasikan hari keluarga internasional untuk pertama kalinya pada tanggal 15 Mei 1993 lewat resolusi A/RES/47/237. Di Sulawesi Selatan, puncak perayaan Hari Keluarga Nasional diperingati pada tanggal 30 Juni 2019. Dilaksanakan dengan berbagai rangkaian kegiatan agar menjadi momentum bagi keluarga untuk berkumpul, berinteraksi, dan berbagi baik antar anggota keluarga maupun masyarakat guna menciptakan keluarga kecil bahagia sejahtera yang kuat dan berketahanan dalam menghadapi segala permasalahan dan tantangan yang ada. Tingginya praktik pernikahan anak yang terjadi di Sulawesi Selatan menjadi contoh nyata dari tantangan yang dihadapi oleh keluarga. Dari data yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan, terdapat 345 kasus pernikahan di bawah umur (pernikahan dibawah usia 16 tahun) sepanjang tahun 2018. Angka tersebut tentu saja bertambah apabila patokannya diukur dari usia 18 tahun ke bawah. Sebagaimana laporan hasil penelitian tim penggerak PKK bersama Studi Gender Universitas Hasanuddin Makassar dan Pemerhati Perlindungan Perempuan dan Anak, menyebutkan bahwa di Sulsel terdapat 720 kasus pernikahan anak di bawah umur. Hal itu terhitung sejak bulan Januari 2018 hingga bulan September 2018. Praktik pernikahan anak yang terjadi terindikasi karena ketidak-berfungsian keluarga secara baik dalam menanamkan nilai-nilai dalam keluarga. Keluarga belum secara maksimal dalam menciptakan generasi penerus bangsa yang dapat diandalkan untuk menjadi pilar-pilar kemajuan bangsa. Anak-anak yang seharusnya mendapatkan pendidikan yang layak dalam menyiapkan masa depan. Ironisnya, dari berbagai penelitian diketahui bahwa praktik pernikahan anak yang terjadi justru dipicu karena faktor orang tua/keluarga.Orang tua demi untuk lepas dari tanggung jawab pengasuhan dan finansial justru memilih untuk segera menikahkan anak mereka. Temuan tersebut tak jauh beda dengan hasil penelitian Institut of Community Justice (ICJ) yang dikutip Harian Fajar dalam pemberitaannya pada tanggal 20 Juni 2019 yang berjudul “Pernikahan Dini Menyengsarakan” mengatakan bahwa keinginan orang tua untuk menikahkan anaknya pada usia dini di Bone masih sangat tinggi. Sedangkan, dalam konteks ilmu komunikasi. Perkembangan teknologi informasi digital yang dengan mudah menghubungkan antar orang yang tidak saling mengenal juga ditenggarai berdampak terhadap terjadinya perkawinan anak di provinsi ini. Anak-anak perempuan berkenalan dengan orang-orang yang tidak dikenal di dunia maya, kemudian berakhir dengan kehamilan dan perkawinan. Kondisi tersebut sangat terkait dengan kurangnya atau tidak adanya kontrol dari orang tua/keluarga terhadap anak mereka. Oleh karena itu, keluarga diharapkan dapat menjalankan peran dan fungsinya secara maksimal dalam penanaman nilai-nilai keluarga. Keluarga diharapkan dapat menjadi benteng utama dan terutama dalam mencegah praktik pernikahan anak yang marak di provinsi ini. Anak-anak kita adalah generasi penerus bangsa. Wajah negeri ini dimasa depan ada di tangan mereka. Jangan renggut masa depannya dengan sebuah pernikahan yang mungkin saja mereka tak inginkan. Biarkan mereka belajar dan mengembangkan diri untuk mengejar cita-cita. Sebagai penutup, teriring ucapan selamat hari keluarga nasional yang ke XXVI. Semoga Harganas tahun ini betul-betul menjadikan kita untuk selalu “cinta keluarga, cinta terencana dan cinta Indonesia” dengan berkomitmen untuk bersama-sama melawan praktik pernikahan anak. (*)
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan