Politik Check and Balance Publik

  • Bagikan
Oleh: Mustajab Al-Musthafa (Analis Politik LP3S) Kontekstasi perebutan kursi kekuasaan (presiden dan wakil presiden) telah berakhir dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang menolak keseluruhan gugatan pasangan 02 (Prabowo-Sandi). Sehingga otomatis pemenangnya pasangan 01, Jokowi-Ma’ruf. Perdebatan soal itu sudah seharusnya diakhiri pula. Prabowo-Sandi dan para pemilih serta pendukungnya walau tentu tak puas dengan hasil yang mereka raih, perlu menyadari bahwa peran politik itu bukan hanya melalui kursi kekuasaan. Sebagaimana para pemilih dan pendukung Jokowi-Ma’ruf, yang tentu puas dengan raihan kemenangannya, tak boleh berpuas diri dan merasa tugas politiknya telah usai. Karena sesungguhnya pemilu hanyalah bagian kecil dari kegiatan politik yang bersifat prosedural. Substansi politik itu pada penyelenggaraan kekuasaan oleh pihak-pihak yang telah sukses meraih kursi kekuasaan, baik sebagai presiden dan wakil presiden maupun sebagai anggota legislatif dan jabatan-jabatan politik lainnya. Mereka yang menduduki posisi sebagai penyelenggara negara peran politiknya adalah menjalankan kewajiban dan kewenangannya dalam rangka mewujudkan pengurusan negara (rakyat) dengan sebaik-baiknya. Tentu dalam kerangka hukum yang berlaku. Sementara pihak yang diluar lembaga kekuasaan, baik lembaga/organisasi politik (parpol), kelompok kepentingan, dan masyarakat secara umum berkewajiban melakukan kontrol dan koreksi atas kinerja lembaga kekuasaan; eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Peran politik ini bersifat permanen atau bukan musiman. Peran politik ini tak lagi mengotakkan publik dalam kubu-kubuan, sebagai pendukung atau pembela. Pelajaran yang berharga bisa kita ambil dari pemilu yang baru lewat, yakni soal peraturan (undang-undang) yang tidak mewajibkan cuti bagi petahana calon presiden. Sementara pihak tidak menyadari bahwa hal tersebut merupakan produk hukum yang dihasilkan bersama oleh dua lembaga yakni eksekutif dan legislative dan semua partai politik yang punya perwakilan di DPR terlibat dalam pembahasannya. Artinya mereka semua mengetahui dan berperan terkait dengan undang-undang pemilu tersebut. Pun demikian publik, seharusnya sudah mengetahui hal itu sejak pembahasan hingga pengesahan undang-undang tersebut. Sehingga ketika ada hal-hal yang tidak disetujui, sejak awal bisa dikoreksi melalui pembahasan rancangannya. Kalaupun lolos disahkan, maka bisa dilakukan “Judicial Review” melalui Mahkamah Konstitusi. Hal ini hanya memungkinkan terjadi jika ada kesadaran politik yang baik pada partai politik dan publik secara luas. Bukan baru bereaksi pada saat kebijakan itu dilaksanakan dan dirasakan ada dampak negatifnya. Kembali kepada soal kekuasaan, bahwa kesuksesan meraih kursi kekuasaan tidak serta-merta menghasilkan kesuksesan mengelola kekuasaan. Olehnya itu, fokus publik setelah kontekstasi perebutan kursi kekuasaan usai adalah mengontrol pengelolaan dan penyelenggaraan kekuasaan. Apakah kekuasaan berjalan sesuai “rule of law” atau ia menyimpang. Alat ukurnya sangat jelas, yakni konstitusi dan perundang-undangan. Presiden misalnya, selain pemimpin penyelenggara pemerintahan dalam hal melaksanakan peraturan yang telah ada, juga memiliki kewenangan membuat/mengeluarkan kebijakan-kebijakan tertentu. Dalam konteks kewenangannya dalam membuat kebijakan, kontrol publik (secara perseorangan dan kelembagaan) mutlak diperlukan agar kebijakannya tidak melenceng atau bertentangan dengan konstitusi. Sebagaimana perlunya kontrol publik pada wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga legislatif dalam menjalankan fungsinya yang telah diamanahkan konstitusi. Jika peran politik ini disadari dan dipahami masyarakat, maka tidak akan ada kekecewaan yang berlebihan dan apatisme dalam berpolitik. Yang ada adalah partisipasi politik yang terus-menerus, lebih kreatif dan produktif dalam visi yang jelas yakni untuk memajukan negara. Peran politik ini tak mahal, tak susah, dan tak musiman. Konstitusi telah mengamanahkan dan memberi jaminan bagi semua komponen masyarakat untuk turut serta memajukan bangsa, membela negara, dan melakukan kontrol atas kekuasaan. Salah satunya melalui jaminan penyampaian pendapat. Semua pihak pun harusnya memahami dan menyadari bahwa semua rakyat punya saham pada negara ini, sekecil apapun itu, diantaranya melalui pajak. Kita semua tak lepas dari mengeluarkan pajak (langsung atau tidak langsung), dan itu bentuk kewajiban sekaligus partisipasi nyata warga negara terhadap negara. Maka tak selayaknya ada tudingan dan tuduhan terhadap suatu pihak tentang sumbangannya kepada negara. Yang lebih tepat dipertanyakan adalah; bagaimana anda mengawasi kinerja penyelenggara negara? Bagaimana pemerintah mengelola pajak dan sumber daya ekonomi yang ada untuk kemajuan negara? Peran politik publik dalam melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan kekuasaan oleh pemerintah dan para wakil rakyat serta lembaga-lembaga kekuasaan lainnya menentukan kondisi negara. “check and balance” publik akan mencegah kekuasaan menjadi despotik atau pemimpin melakukan penyimpangan. (mm)
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan