Viral! #SaveIbuNuril, Mantan Guru Honorer yang Harus Didenda Rp500 Juta

  • Bagikan
FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Mantan guru honorer SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril Maknun tengah menjadi sorotan publik setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan olehnya. MA menyatakan menolak PK permohonan Baiq Nuril, sehingga dia harus dihukum enam bulan penjara dan denda RP500 juta terkait pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Penolakan PK tersebut langsung mendapat perhatian kuat oleh publik, salah satunya koalisi masyarakat sipil #SaveIbuNuril yang meminta Presiden Joko Widodo untuk memberikan amnesti kepada mantan guru honorer SMAN 7 Mataram itu. Publik menilai, perbuatan Baiq Nuril yang merekam pembicaraan dengan Kepala Sekolah yang bernama Musil merupakan bentuk pembelaan dari pelecehan seksual yang dialami oleh ibu empat orang anak ini. Baiq Nuril bersama tim hukum dan politikus PDIP, Rieke Diah Pitaloka telah menemui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly terkait permohonan amnesti tersebut. Hal ini sebagai upaya agar Baiq Nuril dapat terlepas dari jeratan hukum. Terlebih Yasonna langsung merespon positif permohonan amnesti dengan mengumpulkan para ahli hukum dan ahli IT untuk membahas kasus hukum Baiq Nuril. Kasus yang menimpa Baiq Nuril kemudian membuat tim JawaPos.com ingin mengetahui secara langsung bagaimana mantan guru honorer SMAN 7 Mataram ini, tetap tegar melewati proses hukum yang menjeratnya. Terlebih MA telah menolak permohonan PK terkait kasus yang menimpanya. Berikut kutipan wawancara dengan Baiq Nuril dengan Reporter JawaPos.com Muhammad Ridwan. Ketika mendengar pertama kali permohonan PK akhirnya ditolak bagaimana responnya? Pagi itu Jumat pukul 7 WIB, saya sudah ditelepon sama pak Joko (tim kuasa hukum) untuk bertemu di Universitas Negeri Mataram. Awalnya saya curiga sih, putusan PK sudah keluar. Dari nada beliau sudah lain nada suaranya. Sampai kemudian terlebih dahulu, saya bertanya dengan suami, mungkin putusannya sudah keluar, apa pun keputusannya saya akan terima. Tapi bukan legawa menerima itu, menerima bahwa ini adalah satu langkah lagi untuk saya berjuang demi perempuan-perempuan yang ada di mana pun. Ketika saya mendengar langsung kabar itu, dari ujung kaki sampai ujung kepala serasa nggak nginjak tanah. Tapi saya berusaha tegar, mendengar itu yang terlintas pertama terutama anak-anak, saya tidak ingin melihat mereka menitikan air mata lagi. Respons dari suami ketika mendengar permohonan PK ditolak seperti apa? Alhamdulillah sampai saat ini suami tetap mendukung, kalau kata Ibu Rieke barang antik barang langka yang harus dipertahankan. Anak-anak responsnya seperti apa? Anak-anak sorenya kemudian saya beritahu, yang paling besar sempat jatuh sakit. Tapi mungkin karena saya masih ada di sisi mereka, jadi saya masih bisa merangkul. Terutama yang kecil dulu tahunya saya sekolah. Saya jelasin, Ibu mau ke Universitas Negeri Mataram, kok mau kesana lagi? Ibu mau sekolah lagi ya, ngomong gitu. Kenapa ngasih Ibu cuti, ngasih Ibu libur, sekarang Ibu disuruh sekolah lagi tapi mungkin waktunya agak lama. Ditolaknya permohonan PK kemudian langsung menjadi perhatian publik, bagaimana perasannya? Saya enggak menyangka, mereka begitu antusias sekali untuk mendukungan saya, dari semua pihak, terutama dari teman-teman semua, dari awal mereka tetap mengawal kasus saya ini. Saya tidak pernah menyangka begitu luar biasa sekali mendukung saya. Permohonan amnesti kemudian ada titik terang dari pemerintah, setelah bertemu dengan Menkumham Yasonna Laoly bagaimana responnya? Alhamdulillah sangat positif sekali diterima dengan baik, mudah-mudahan ini titik terang awal dari perjuangan kita sendiri. Bagaimana untuk memperjuangkan hak korban pelecehan seksual? Banyak yang takut lapor, terutama dari temen-teman yang saya kenal, banyak yang mengadu ya. Saya juga sering digituin, maksudnya lewat omongan, biasanya maaf ya, bilang kalau bokong kamu euh kok montok. Saya bilang itu juga termasuk pelecehan, mereka juga belum tahu itu termasuk dalam pelecehan. Terutama yang saya kenal. Untuk perempuan lainnya, ketika mendapat pelecehan seksual harus seperti apa? Mereka harus berani bersuara, cukup saya yang terakhir, saya tidak ingin lagi melihat perempuan-perempuan yang tertindas. Cukup saya, mulai detik ini cukup saya yang menjadi korban, biar saya sendiri yang merasakan kepedihan. Biar saya. Amnesti sudah ada titik terang, harapannya bagaimana? Saya dan bu Rieke semua tetap kita akan berjuang. Saya enggak mau pulang sebelum amnesti keluar. Untuk diketahui, kasus yang menimpa Baiq Nuril bermula pada pertengahan 2012. Saat itu, Baiq yang berstatus guru honorer di SMAN 7 Mataram ditelepon oleh Kepala sekolahnya yang bernama Muslim. Dalam percakapan telepon itu, Muslim justru bercerita tentang pengalaman seksualnya bersama wanita lain yang bukan istrinya. Percakapan itu juga mengarah pada pelecehan seksual pada Baiq. Baiq pun merekam percakapan itu dan rekaman itu diserahkan pada rekannya, Imam, hingga kemudian beredar luas. Atas beredarnya rekaman itu, Muslim kemudian melaporkan Baiq ke polisi karena dianggap telah membuat malu keluarganya. Di Pengadilan Negeri Mataram, Baiq divonis bebas. Namun, jaksa mengajukan banding hingga tingkat kasasi dan Mahkamah Agung memberi vonis hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta karena dianggap melanggar UU ITE. (jp)
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan