Podium, Hasrullah.
FAJAR.CO.ID-- Ketika penulis mempersiapkan naskah presentasi menyoal kreativitas dan pemimpin cerdas dalam sebuah
traning di kampus Unhas, kami sempat membaca buku
The Innovative Leader ditulis oleh Paul Sloane seorang penulis handal, pembicara publik, dan motivator jebolan
Cambridge University.
Dalam karyanya menjelaskan bahwa “salah satu hambatan terbesar untuk melaksanakan inovasi dalam suatu organisasi adalah komunikasi internal”. Lebih lanjut Paul Sloane mengemukakan bahwa terjadinya kesalahan komunikasi internal berdampak munculnya; intrik politik, rivalitas, dan
information gap, sehingga gambaran yang muncul di publik (
branding image) adalah terjadinya sengkarut kepemimpinan.
Inspirasi dari Paul Sloane, patut kita renungkan baik-baik, jangan sampai kita melakukan inovasi dan program yang “hebat” namun kita melupakan faktor komunikasi internal yang menyebabkan turbulensi dan instabilitas organisasi. Karena, fakta di lapangan menunjukkan, ada pemimpin di sekitar kita, setelah terpilih menjadi penguasa, karakter aslinya telah memunculkan watak aslinya. Pemimpin tersebut yang sebelumnya memimpin di daerah lain, sosok komunikasi publik yang ditampilkan sangat humanis, bersahabat, sopan, santun, dan berkarakter positif setiap interaksinya kepada siapa saja, terasuk lawan dan kawan. Sayangnya, pemimpin tersebut diberi amanah yang lebih besar kewenangannya sudah mulai memunculkan kesombongan dan arogansi dalam melakukan interaksi sosial.
Berdasarkan fenomena tersebut ada baiknya pemimpin tersebut kembali melakukan kontemplasi dengan mengutamakan pikiran hati yang tenang, bermati raga, koreksi diri, dan merenungkan diri betapa komunikasi yang baik dan menjauhi
prejudice (prasangka) dan
stereotype (persepsi negatif berdasarkan kelompok), di mana dua diksi ini menjadi hambatan dan kegagalan dalam komunikasi sehari-hari (baca:
intercultural communication).
Jadi pemimpin yang sementara berkuasa, perlu sadar dan insaf bahwa persoalan komunikasi internal dan komunikasi antarbudaya perlu memahami betapa komunikasi itu menjadi “peluru emas” dalam menunjang keberhasilan seorang pemimpin. Jangan hanya diartikan komunikasi itu hanya sebatas proses linear dan sederhana yang menangani hal teknis di lapangan, seperti pekerjaan Humas dan pengelola media sosial, tapi komunikasi perlu dilihat secara kreatif dan kritis. Persoalan kepemimpinan dan komunikasi, sebaiknya menganalisis
think out of the box, artinya komunkasi itu membutuhkan solusi kreatif dan kritis karena makna dan pesan yang disampaikan dapat diinterpretasikan secara beragam dan multiganda, apalagi pesan itu sudah memasuki ranah publik beraroma politik dan kekuasaan.
Akhirnya, pemimpin cerdas dalam melakukan komunikasi, perlu sadar dan memahami bahwa komunikasi itu bagian penting untuk proses
labelling (bukan pencitraan) sebagai rujukan seorang pemimpin tentang identitas diri yang bisa memberikan stigma positif atau negatif. Maka pemimpin bertalenta tentu kalimat pilihan dan diksi selalu terkontrol dan pantas untuk diucapkan. Kuncinya, terletak di talenta pemimpin.
(*)