Boris Brexit

Skotlandia tetap ingin bersama UE saat referendum Brexit
Dua hari lalu Johnson ke Skotlandia. Ia diteriaki masyarakat. Diejek-ejek. Sampai harus pulang lewat pintu belakang.
Johnson masih akan ke Wales dan Irlandia Utara. Untuk meyakinkan langkahnya. Dan untuk menggalang persatuan Inggris Raya.
Hasilnya negatif.
Kemarin mata uang Inggris jatuh. Terdalam. Selama 2,5 tahun terakhir. Satu poundsterling menjadi nyaris sama dengan satu euro.
Tiga bulan lagi Inggris pemilu. Kalau sampai Johnson kalah selesailah. Johnson akan dikenang sebagai perdana menteri dengan masa jabatan terpendek.
Banyak pesimistis. Mereka meramal ekonomi Inggris akan turun 8 persen. Selama 15 tahun ke depan.
"Sekarang ini 80 persen bahan makanan datang dari Uni Eropa. Yang ada di supermarket itu," tulis Financial Times Senin lalu.
Namun menakutkan betul ya tidak. Beda dengan menjelang referendum dulu.
Saat itu ada yang meramalkan begini: begitu pro-Brexit menang ekonomi Inggris akan langsung krisis. Lebih berat dari krisis tahun 2008.
Nyatanya baik-baik saja. Dua tahun terakhir ekonomi Inggris tetap tumbuh. Bahkan lebih tinggi dibanding pertumbuhan rata-rata anggota UE.
Jelasnya kita lihat seminggu lagi.
Inggris pernah menyadari perlunya menyatu dengan Eropa. Sejak zaman Churchill dulu. Dalam menghadapi Hitler dulu.
Churchill pernah mengusahakan sungguh-sungguh: agar Prancis dan Inggris menjadi satu negara. Bahkan sebaiknya seluruh Eropa jadi satu negara.
Ide dasarnya: agar setara dengan Amerika Serikat dan Uni Soviet. Waktu itu belum tampak tanda-tanda Tiongkok bisa keluar dari kemiskinan akutnya.