Pelaku Penggelembung Suara Divonis Pidana Percobaan, JPU Ajukan Banding

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan banding atas putusan pidana bersyarat atas putusan tujuh terdakwa kasus penggelembungan suara pemilu 2019. Mereka menilai putusan yang diberikan Mejelis Hakim (MH) Pengadilan Negeri (PN) Makassar, terlalu ringan.
JPU Kejati Sulsel, Ridwan Saputra mengatakan, pihaknya telah memasukkan nota banding atas putusan tersebut. Putusan MH PN Makassar dinilai terlalu ringan dibanding tuntutan yang mereka ajukan.
"Meski semua pertimbangan kami diterima oleh Hakim, tetapi putusan hanya pidana bersyarat. Sedangkan tuntutan kami yakni pidana kurungan," kata Ridwan.
Lebih lanjut Ridwan juga menuturkan Penasihat Hukum (PH) terdakwa juga mengajukan banding. Alasanya adalah dakwa yang diberikan JPU tidak terbukti.
"Senin kemarin dia (PH terdakwa) juga mengajukan banding. Memang hari itu adalah batas akhirnya," ungkapnya.
Humas PN Makassar, Bambang Nurcahyo membenarkan adanya banding yang masuk atas putusan tersebut. Pihak JPU dan PH terdakwa sama-sama mengajukan banding.
"Senin kemarin mereka ajukan banding. Berkas telah dikirim ke PT Makassar dan harus putus dalam tujuh hari kerja, karena pidana khusus," ungkapnya.
Sekadar informasi pada persidangan sebelumnya empat terdakwa yakni Fitriani Arifuddin (PPS Kelurahan Panaikang Kecamatan Panakkukang), Ismail Samp (PPK Kecamatan Panakkukang), Muh Barliansyah (Ketua PPS Kelurahan Karampuang), dan Firman (PPK Kecamatan Panakkukang) divonis pidana bersyarat empat bulan kurungan dan denda Rp5 juta subsider satu bulan kurungan. Dengan masa percobaan 10 bulan.
Terdakwa dinyatakan melanggar pasal 535 Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Terdakwa divonis bersalah sengaja melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara peserta pemilu menjadi berkurang.
Atas tidakan tersebut menguntungkan calon anggota DPRD Propinsi Partai Golkar No. Urut 5 atas nama Rahman Pina karena jumlah perolehan suaranya bertambah sedangkan Partai Golkar dan calon anggota DPRD Propinsi Partai Golkar lainnya dirugikan karena jumlah perolehan suaranya berkurang. Vonis tersebut jauh di bawah tuntutan JPU empat bulan kurungan dan denda Rp5 juta subsider satu bulan kurungan (pidana percobaan).
Terdakwa Rahmat (operator Situng KPU Kota Makassar) divonis bersalah dalam atas penggelembungan suara. Di mana pada saat diterbitkan formulir model DAA1 terjadi perubahan perolehan jumlah suara partai Golkar dan jumlah suara calon anggota DPRD Propinsi partai Golkar Dapil Sulsel 2 Makassar B di Kecamatan Biringkanaya yakni bertambahnya jumlah perolehan suara caleg Partai Golkar No Urut 5 atas nama Rahman Pina sedangkan jumlah perolehan suara partai Golkar dan beberapa caleg Propinsi Partai Golkar lainnya dalam daerah pemilihan yang sama menjadi berkurang.
Terjadi perubahan jumlah perolehan suara tersebut dari formulir model C1 ke formulir model DAA1 terjadi pada 26 TPS yang tersebar dalam delapan Kelurahan di Kecamatan Biringkanaya yaitu Kelurahan Sudiang Raya sebanyak tujuh TPS, Kelurahan Bulurokeng sebanyak lima TPS, Kelurahan Pai sebanyak enam TPS, Kelurahan Sudiang sebanyak satu TPS, Kelurahan Daya sebanyak dua TPS, Kelurahan Paccerakkang sebanyak dua TPS, Kelurahan Laikang sebanyak dua TPS, dan Kelurahan Bakung sebanyak satu TPS.
Sedangkan untuk terdakwa Adiwijaya dan (ketua PPK Biringkanaya) dan Umar (ketua PPK Panakkukang) divonis pidana bersyarat enam tahun kurungan dan denda Rp10 juta subdider satu bulan kurungan. Dengan masa percobaan tujuh bulan masa percobaan. Keduanya terbukti melanggar pasal 505 Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Keduanya divonis karena kelalaiannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara. (edo)